Malang - Pemkot Batu, Jawa Timur, terus melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan pohon apel yang selama ini menjadi ikon kota itu dari kepunahan dengan cara melakukan revitalisasi. Kepala Dinas Pertanian dan perkebunan Kota Batu Sugeng Pramono, Minggu, mengemukakan, tahun lalu pihaknya telah melakukan revitalisasi lahan tanaman apel beserta pohonnya, dan pengendalian organisme penganggu tanaman apel. "Peremajaan pohon apel ini kami lakukan karena rata-rata usianya sudah cukup tua, yakni antara 25-30 tahun. Perhatian kami saat ini memang tercurah untuk sektor pertanian apel yang kondisinya mulai memprihatinkan," katanya, menegaskan. Kondisi memperhatikan tersebut, kata Sugeng, tidak hanya jumlah produksinya saja yang terus menurun, tapi juga luas arealnya yang juga menyusut serta jumlah petaninya yang mulai banyak beralih ke pertanian lainnya. Oleh karena itu, lanjutnya, petani yang ada saat ini juga harus mulai mengurangi pupuk kimia, bahkan harus menggunakan pupuk organik guna memulihkan kondisi tanah serta tetap mempertahankan tanaman apelnya agar buah yang menjadi "trade mark"-nya Kota Batu tidak sampai punah. Apalagi, tidak semua lahan di kota itu bisa menghasilkan buah apel yang bagus. Sekarang hanya tinggal Kecamatan Bumiaji saja yang mampu menghasilkan buah apel yang bagus. "Tahun ini kami akan fokuskan pada pengembangan pertanian organik dan anggarannya juga sudah tersedia sebesar Rp3 miliar," ujarnya. Sedikitnya, 15 hektare lahan apel di Kota Batu saat ini sudah beralih menjadi lahan tebu dan jumlah itu belum termasuk lahan lainnya yang beralih ke tanaman jeruk maupun sayuran. Sebelumnya Ketua Kelompok Tani Apel Bumi Jaya II Kecamatan Bumiaji Kota Batu Darmanto mengatakan, mayoritas pohon apel yang ada di sentra tanaman apel, yakni Kecamatan Bumiaji sudah berusia di atas 25 tahun, sehingga produksinya juga menurun. Ia mengemukakan, saat ini pohon apel di Bumiaji hampir 80 persen telah berusia tua dan yang telah direvitalisasi baru 20 persen dengan produksi rata-rata mencapai 20 ton per hektare. Padahal, beberapa tahun silam mampu menghasilkan sekitar 30 sampai 40 ton. Untuk memacu produksi membutuhkan biaya perawatan yang tinggi dan tidak sebanding dengan harga jual apel di tingkat petani yang hanya Rp5 ribu-Rp6 ribu/kg untuk jenis manalagi dan room beauty. "Harga ini sangat jauh dika dibandingkan dengan harga apel impor yang terus membanjiri pasar Indonesia," tegasnya. Darmanto mengakui, selain usia pohon apel yang sudah cukup tua, menurunnya produksi dan kualitas apel Batu juga disebabkan kondisi cuaca Kota Batu yang tidak lagi dingin dan tingkat kesuburan tanah juga menurun akibat penggunaan pupuk kimia secara terus menerus.(*)
