BLH Jatim Setujui Amdal Lapter Bojonegoro
Jumat, 25 Januari 2013 13:44 WIB
Bojonegoro - Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Bojonegoro, Jawa Timur, Suharto, menyatakan, BLH Pemprov Jatim sudah menyetujui analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) rencana pembangunan lapangan terbang (lapter) khusus di Bojonegoro.
"Pembahasan amdal lapter di BLH Pemerintah Provinsi Jatim sudah rampung, tetapi masih harus direvisi menyangkut redaksi amdal," katanya, Jumat.
Karena itu, ia belum mengetahui kapan dokumen amdal resmi disetujui BLH Pemprov Jatim, namun diyakini turunnya hanya tinggal menunggu revisi redaksional rampung.
"Dokumen amdal lapter sudah tidak ada masalah, juga rencana pembangunan lapter sudah ada studi kelayakannya," katanya menjelaskan.
Yang jelas, menurut dia, dokumen amdal lapter itu merupakan salah satu persyaratan penting yang dibutuhkan untuk bisa memperoleh izin pembangunan lapter dari Pemerintah Pusat.
Materi dokumen amdal lapter menyangkut berbagai masalah yang semuanya menyangkut dampak yang ditimbulkan dari pembangunan lapter, di antaranya keterlibatan tenaga kerja, sistem pembuangan air, juga masalah yang lainnya.
Ia mengemukakan, pembangunan lapter itu berada di tanah Perhutani sekitar 250 hektare di Desa Kunci, Kecamatan Dander dan Desa Sampang, Kecamatan Temayang. Pembangunan itu akan berpengaruh terhadap sistem penanganan pembuangan air hujan di wilayah setempat.
"Warga di sekitar lokasi lapangan lapter justru meminta sistem pembuangan air hujan di wilayah hutan itu ditata, sebab hutannya sudah gundul air hujan di kawasan hutan itu saat ini menerjang pemukiman warga," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, amdal lapter itu, berisi penanganan sistem pembuangan air, juga rencana pembuatan sumur resapan, juga penghijauan yang akan dilakukan di sekitar kawasan setempat.
Rencana pembangunan lapter dengan panjang landasan 2.500 meter itu, merupakan kerja sama antara pemkab setempat dengan investor dan sudah mendapatkan persetujuan Mabes TNI AU.
Pembangunan lapter yang diperkirakan menelan dana Rp300 miliar itu semuanya dibiayai investor, pemkab sama sekali tidak mengeluarkan dana. Namun, sesuai kesepakatan, dalam waktu 25 tahun, lapter khusus yang keberadaannya sebagai penunjang industrilisasi migas tersebut akan menjadi milik pemkab. (*)