Jakarta (ANTARA) - Para ekonom memandang BI-Rate perlu ditahan pada level 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Desember 2025 yang akan diumumkan hasilnya pada Rabu siang, mengingat nilai tukar rupiah masih bergerak fluktuatif hingga sideways.
“Risiko capital outflow dan pelemahan rupiah masih cukup besar. BI akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar di samping juga konsisten mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Senada dengan Andry, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai bahwa bank sentral perlu terus menjaga fokusnya pada stabilisasi rupiah dan melakukan intervensi apabila diperlukan, sehingga langkah penahanan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate dinilai tepat.
Riefky mencatat kombinasi dari pemotongan Fed Funds Rate (FFR) memberikan sentimen positif yang memicu terjadinya arus modal asing masuk ke Indonesia dalam beberapa minggu terakhir.
Sejak 19 November, Indonesia mengalami arus modal masuk sebesar 0,37 miliar dolar AS di instrumen surat berharga dan 0,38 miliar dolar AS di pasar saham domestik, sehingga secara kumulatif Indonesia mengalami arus modal asing masuk mencapai 0,75 miliar dolar AS hingga 12 Desember lalu.
Berkat arus modal asing ke Indonesia, rupiah menguat sebesar 0,11 persen month to month (mtm) selama 30 hari terakhir dan berada pada level Rp16.652 per dolar AS pada 15 Desember lalu.
Namun, catat Riefky, rupiah masih pada zona pelemahan terhitung sejak awal tahun ini. Secara year to date (ytd), rupiah telah melemah sebesar 3,6 persen (ytd). Selama 2025, rupiah hanya memiliki performa yang lebih baik ketimbang rupee India, lira Turki, dan peso Argentia.
“Walaupun rupiah cenderung menguat dalam beberapa minggu belakangan, pergerakan nilai tukar masih cenderung fluktuatif dan masih adanya ruang untuk stabilisasi rupiah lebih lanjut,” kata Riefky.
Dari sisi harga, inflasi domestik saat ini cenderung berada pada batas atas rentang target inflasi BI dan berpotensi meningkat di akhir tahun 2025 menyusul adanya faktor musiman yaitu libur akhir tahun.
Apabila BI-Rate dipangkas pada bulan ini, Riefky memperkirakan langkah tersebut berisiko memicu naiknya tekanan inflasi dan berpotensi mendorong pelemahan nilai tukar rupiah.
Dihubungi terpisah, Department Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman mengatakan bahwa sebenarnya ruang penurunan BI-Rate masih ada, didukung dengan pemotongan FFR dan pernyataan The Fed pada FOMC Desember 2025 yang cenderung dovish.
Dari dalam negeri, inflasi juga terjaga dalam rentang target sasaran BI serta surplus perdagangan berlanjut, sehingga masih membuka ruang untuk BI melakukan pemangkasan suku bunga. Di sisi lain, volatilitas dan CDS (credit default swap) 5 tahun juga cenderung menunjukkan penurunan.
“Akan tetapi, investor global masih cenderung risk-off dan melanjutkan aksi wait-and-see sehingga berdampak pada capital flows yang pada gilirannya berdampak pada pergerakan nilai tukar rupiah yang saat ini dalam tren sideways,” jelas dia.
Data-data regional Asia Pasifik, terutama dari Tiongkok, yang cenderung terus menunjukkan pelemahan, menambah risiko outlook ekonomi regional meski fundamental ekonomi Indonesia masih cukup solid.
Faisal menyampaikan, risiko dari sisi pelebaran defisit fiskal Indonesia di tengah agenda pro-pertumbuhan juga membuat investor global lebih berhati-hati.
Perubahan regulasi yang terjadi pada akhir tahun, termasuk perubahan aturan terkait DHE SDA, turut meningkatkan ketidakpastian sehingga membuat investor global lebih berhati-hati.
“Dua kondisi yang berseberangan tersebut akan menjadi tantangan bagi BI dalam mengukur risiko serta mengambil keputusan terkait BI-Rate pada pertemuan RDG bulan Desember 2025. Saat ini, kami melihat risiko pada sisi stabilitas rupiah lebih mendominasi sehingga BI-Rate kemungkinan besar akan ditahan,” kata Faisal.
Namun, menurutnya, tidak menutup kemungkinan BI menggeser stance stabilitas jangka pendek menjadi kembali pro-pertumbuhan apabila rupiah mampu berbalik arah secara signifikan, sehingga BI-Rate berpeluang dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50 persen.
