Jombang (ANTARA) - Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, menggelar Muktamar Turats Nabawi (MUTUN) 2025, yang merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengatasi kerusakan lingkungan.
Ketua Panitia MUTUN 2025 Ahmad 'Ubaydi Hasbillah menegaskan bahwa konferensi ini merupakan upaya nyata untuk menjembatani kajian Turats (warisan keilmuan Islam klasik) dengan isu-isu kontemporer global.
“Dunia Islam tidak boleh hanya menjadi objek terdampak dari krisis ekologi, tetapi harus menjadi subjek pemberi solusi. Melalui MUTUN, kami ingin menunjukkan bahwa Hadis Nabi sesungguhnya telah memuat nilai-nilai fundamental terkait etika lingkungan, konservasi alam, dan keberlanjutan," katanya dalam keterangan yang diterima di Jombang, Minggu.
Ia mengatakan, dalam kajian disebutkan tentang 'Eko-Sunnah. Konsep tersebut diangkat dalam MUTUN 2025 yang merujuk pada nilai-nilai ekologis yang terdapat dalam Sunnah Nabi.
Menurut dia, banyak hadits yang mengajarkan prinsip konservasi, kesederhanaan, pengelolaan sumber daya, hingga etika interaksi dengan alam.
“Nabi mencontohkan cara hidup yang seimbang dengan alam. Beliau melarang mencemari sungai, melarang menebang pohon tanpa kebutuhan yang benar, serta mendorong umatnya menanam pohon meski dalam situasi akhir zaman. Ini nilai yang sangat relevan menjawab krisis hari ini,” kata dia.
Ia menambahkan, muktamar ini menjadi momentum penting bagi para ulama dan akademisi untuk merumuskan formulasi Hadis yang aplikatif.
Kegiatan Muktamar Turats Nabawi (MUTUN) 2025 ini digelar Sabtu-Minggu, 13-14 Desember 2025, melibatkan para ulama, akademisi, peneliti hadits, serta mahasiswa dan santri dari berbagai pesantren dan perguruan tinggi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Ulama dan akademisi dari berbagai negara memaparkan penelitian terkait hadis lingkungan, metodologi turats, ekonomi hijau berbasis syariah, dan implementasi Eko-Sunnah dalam agenda SDGs.
“Kami berharap MUTUN tidak hanya menghasilkan kajian, tetapi menghasilkan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti, menjadikan Hadis sebagai instrumen kontribusi nyata umat Islam terhadap agenda global SDGs, khususnya dalam aspek lingkungan,” kata dia.
Sementara itu, dari hasil pembahasan ada sejumlah rekomendasi yang diberikan terkait dengan hilirisasi sumber daya alam (SDA) dan isu lingkungan.
Mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang K.H. Achmad Roziqi mengatakan rekomendasi pertama, pemerintah hendaknya melakukan penegakan hukum secara tegas,
"Jadi, aturan itu maslahatnya (kebaikan) tapi juga ada mafsadat (kerugian atau bahaya) jika terlalu berlebih. Kami rekomendasikan penegakan hukum secara tegas," kata dia.
Untuk rekomendasi kedua, ia menambahkan, pemerintah seharusnya lebih terbuka dengan membuka kajian dengan aktivis lingkungan.
Muktamar juga memberikan rekomendasi ketiga, yakni pemerintah juga diharapkan memperketat pengawasan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) secara intensif.
"Keempat, mengharuskan menggunakan teknologi ramah lingkungan, kelima rekomendasi hilirisasi SDA memastikan rehabilitasi pascahilirisasi. Dan itu harus benar-benar dilakukan," kata dia.
Pihaknya berharap rekomendasi ini dapat menjadi dasar bagi kebijakan pemerintah yang lebih responsif terhadap tantangan lingkungan, sekaligus memberikan ruang bagi pelaksanaan hilirisasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sementara itu, Pengasuh Pesantren Tebuireng Kabupaten Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz mengatakan tentang kerusakan moral manusia yang bisa menyasar ke sumber daya alam.
"Orang kalau moral rusak, kemudian mengeksplorasi berlebihan dari situ kemudian terjadi kerusakan-kerusakan. Jadi awalnya dari kerusakan moral dulu. Kalau orang tidak serakah, mungkin untuk mengambil sumber daya alamnya itu tidak seperti sekarang ini, apa saja diambil. Itu lah yang menjadikan kerusakan. Rusak bumi ini," kata Gus Kikin, sapaan akrabnya.
