LBH Surabaya Desak Polisi Pamekasan Gunakan UU Pers
Jumat, 21 Desember 2012 19:33 WIB
Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya mendesak polisi di Pamekasan menggunakan UU Pers untuk tindakan mengancam dan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepala Kemenag Pamekasan, Nurmaluddin, terhadap wartawan Radar Madura Biro Pamekasan, Sukma Firdaus.
"Kami mengingatkan Polres Pamekasan tentang Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri pada 9 Februari 2012 bahwa Polri akan melakukan penyidikan setelah menerima saran dan pendapat dari Dewan Pers terkait ada-tidaknya pelanggaran kode etik jurnalistik," kata Direktur LBH Pers Surabaya Athoillah SH di Surabaya, Jumat.
Selain itu, Polri mengarahkan pelapor untuk menggunakan UU Pers yakni mekanisme hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers, dan penyelesaian secara perdata atas perselisihan antara masyarakat dengan jurnalis/media.
"Dalam UU Pers, keberatan atas isi berita dilakukan dengan menggunakan hak jawab/hak koreksi serta pengaduan ke Dewan Pers, bukan melaporkannya sebagai perbuatan pidana," katanya.
Menurut dia, ancaman kepada wartawan yang menjalankan tugas profesi, senyatanya merupakan ancaman yang nyata bagi hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar dan hak publik dalam mengawasi pemerintahan.
"Karena itu, laporan pidana yang dibuat oleh Nurmaluddin terkait berita yang dibuat oleh Sukma (pencemaran nama baik) harus ditangani secara hati-hati oleh Kepolisian dengan merujuk pada UU Pers yang diakui sebagai primat/privail (didahulukan) UU Mahkamah Agung dalam berbagai putusannya," katanya.
Informasi yang diterima LBH Pers Surabaya menyebut bahwa pada 19 Desember 2012, Nurmaluddin beserta sejumlah dua stafnya mendatangi kantor Radar Madura Biro Pamekasan dan menemui Sukma.
Di hadapan Sukma dan sejumlah saksi lainnya, Nurmaluddin menyampaikann keberatan atas berita yang ditulis Sukma pada koran Radar Madura tentang pemotongan gaji pegawai negeri di lingkungan Kementerian Agama.
"Kamu Sukma. Kamu ini nulis berita sembarangan. Apa maksud berita Anda ini. Coba jelaskan pada saya. Ini bohong. Saya ini bajingan. Saya pernah jadi wartawan. Saya juga ulama. Kebetulan saja saya jadi Kepala Kemenag sekarang. Jangan macam-macam sampean sama saya. Saya siapkan uang ratusan juta untuk menyingkirkan sampeyan," ancam Nurmaluddin.
Ancaman itulah yang akhirnya dilaporkan Sukma ke Polres Pamekasan, namun Nurmaludin justru melaporkan balik Sukma Firdaus ke Polres Pamekasan atas dugaan pencemaran nama baik.
"Tindakan Nurmaluddin tersebut sama sekali tidak dapat dibenarkan. Keberatan atas karya jurnalistik atau isi pemberitaan harus diselesaikan dengan menggunakan mekanisme yang telah diatur dalam UU Pers, yakni menggunakan hak jawab/hak koreksi, termasuk mengadukannya ke Dewan Pers jika hak jawab/hak koreksi yang diajukan tidak ditanggapi," katanya.
Oleh karena itu, LBH Pers Surabaya mendesak Polres Pamekasan agar memeriksa laporan polisi secara profesional, akuntabel dan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan hukum, laporan yang dilakukan oleh Sukma terkait pengancaman yang dilakukan oleh Nurmaludin, termasuk dalam kategori delik umum yang tidak dapat dihentikan kecuali berdasarkan alasan-alasan yang diakui oleh hukum, yakni tidak cukup bukti dan bukan pidana.
"Untuk laporan pidana yang dibuat oleh Nurmaluddin terkait berita yang dibuat oleh Sukma, harus ditangani secara hati-hati oleh polisi dengan merujuk pada UU Pers yang diakui sebagai primat/privail (didahulukan) UU Mahkamah Agung dalam berbagai putusannya," katanya. (*)