Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran dana proyek jalur kereta api di Medan, Sumatera Utara, dan Surabaya, Jawa Timur, terkait kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
“Penyidik mendalami materi seputar plotting-an (perencanaan, red.) paket pekerjaan, dan aliran dana pada proyek tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Rabu.
Budi mengatakan pendalaman tersebut didalami penyidik saat memeriksa empat saksi kasus DJKA Kemenhub pada 17 November 2025.
Para saksi tersebut adalah seorang pihak swasta bernama Pebi Kristyawan, dan Komisaris PT Tri Tirta Permata Eddy Kurniawan Winarto, serta mantan pegawai Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Sumatera Bagian Utara Uki Apriyani. Ketiganya diperiksa untuk klaster wilayah Medan, Sumut.
Sementara untuk klaster Wilayah Surabaya, Jatim, saksi yang diperiksa adalah Manajer Umum Operasi 4 pada Divisi Infrastruktur PT Wijaya Karya atau Wika (Persero) Aries Sugiarto Rachman.
Sebelumnya, kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub.
Saat ini, BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.
KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Setelah beberapa waktu atau hingga 12 Agustus 2025, KPK telah menetapkan sebanyak 17 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.
Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.
