Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah mengingatkan media dan masyarakat untuk turut memberikan perlindungan kepada Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), tidak hanya yang berkonflik dengan hukum tapi juga korban dan saksi.
"Anak-anak ini adalah kelompok yang rentan karena memiliki kondisi yang belum matang, baik dari sisi psikologis, kemudian dari sisi moral, sosial, termasuk kemampuan dalam mengendalikan emosi, kemampuan dalam mengambil keputusan, termasuk juga kemampuan untuk melakukan perlawanan," kata Margaret Aliyatul Maimunah dalam taklimat media di Jakarta, Selasa.
"Sehingga kemudian ini tentu menyebabkan mereka harus berada dalam kondisi berhadapan dengan hukum, baik berkonflik dengan hukum maupun menjadi anak saksi dan anak korban," tambahnya.
Dia mengingatkan bahwa ABH mengalami dampak psikologis dan trauma yang luar biasa. Narasi publik termasuk pemberitaan oleh media massa dapat memiliki dampak ganda, memberikan tekanan tambahan atau mengurai dampak psikologi yang mereka rasakan.
"Anak-anak yang berada di dalam kelompok ABH ini tentu membutuhkan bantuan kita semua untuk mencegah mereka berada dalam siklus kriminalitas," katanya.
Dia mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Perlindungan Anak kewajiban untuk memberikan perlindungan dan memastikan hak anak-anak tersebut terpenuhi merupakan kewajiban semua pihak. Tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat secara umun dan media massa secara khusus.
Dalam kesempatan itu secara khusus dia meminta kepada media untuk mematuhi aturan terkait larangan publikasi identitas termasuk alamat dan asal sekolah serta berbagai unsur yang dapat mengarah pada pengungkapan identitas.
"Keberadaan media dalam pemberitaan ini, itu juga sebenarnya sangat-sangat punya potensi dan peluang untuk membangun identitas diri anak yang baik yang kemudian menguatkan anak, bukan sebaliknya," demikian Margaret Aliyatul Maimunah.
