Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya melibatkan siswa dan juga lintas organisasi perangkat daerah (OPD) dalam memerangi perundungan yang bisa merusak psikologis anak.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Yusuf Masruh di Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat mengatakan pemkot kini bersiap mencetak para siswa pilihan untuk menjadi fasilitator dan agen perubahan langsung di lingkungan sekolah mereka.
"Strategi baru ini difokuskan untuk memastikan sekolah benar-benar menjadi ruang yang aman dan positif, jauh dari ancaman perundungan," ujarnya.
Ia mengatakan, setelah ujian tengah semester (UTS) dan menjelang liburan pihaknya mengumpulkan perwakilan siswa seperti pengurus OSIS, Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes), dan tim pemantau.
Selanjutnya, kata dia, ratusan siswa terpilih ini tidak hanya akan dikumpulkan, tetapi akan dibekali secara intensif supaya mereka dapat menjadi fasilitator di sekolah masing-masing.
"Materi utamanya mencakup perilaku digital yang sehat, pentingnya toleransi, gotong royong, dan pemahaman mendalam tentang 10 prinsip hak anak," ujarnya.
Perang melawan perundungan ini, menurut Yusuf, tidak bisa hanya dibebankan kepada guru bimbingan dan konseling (BK). Dispendik Surabaya telah menginstruksikan seluruh jajaran sekolah untuk meningkatkan pengawasan dan, yang terpenting, empati.
"Kami menekankan pentingnya membangun empati pada seluruh elemen guru, bukan hanya guru BK," katanya.
Guru diminta untuk lebih proaktif dan peka terhadap perubahan psikologis siswa. Jika terdeteksi perubahan perilaku, guru bisa segera mendekati siswa tersebut.
Sikap diam bisa mengindikasikan kondisi tertentu, mulai dari sakit hingga tekanan atau bullying dari teman sebaya yang harus diatasi agar masalah tidak berlarut-larut.
"Guru tidak hanya mengajar. Mereka harus proaktif mendekati anak yang menunjukkan perubahan perilaku, seperti tiba-tiba menjadi pendiam atau tertutup. Ini bisa jadi indikasi masalah yang perlu segera ditangani," ujarnya.
