DPD Partai Golkar Jawa Timur menilai Surabaya sudah layak memikirkan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyusul ada lonjakan warga Kota Pahlawan yang positif Covid-19.
"Kalau dari sisi jumlah yang positif Covid-19, Surabaya sudah layak memikirkan PSBB," kata Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur, Muhammad Sarmuji, di Surabaya, Minggu.
Meski demikian, lanjut dia, PSBB itu harus diikuti dengan perencanaan yang matang dari pemerintah Kota Surabaya. Sampai saat ini, Sarmuji mengaku belum pernah mendengar pernyataan dari mereka terkait rencana jika dilakukan PSBB.
"Setidak-tidaknya tahu apa yang mesti dilakukan kalau PSBB. Saya berharap mulai sekarang, kalau memikirkan PSBB juga memikirkan apa langkah-langkah yang harus dilakukan saat PSBB itu," ujar anggota DPR ini.
Politikus Partai Golkar ini, mengatakan, pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta sudah berjalan dengan baik. Bahkan, lanjut dia, pembatasan ruang gerak masyarakat sudah mulai ketat khususnya di daerah padat penduduk walau sebagian dari mereka masih sulit menerapkan protokol kesehatan berupa jaga jarak sosial dan fisik.
Pemda DKI Jakarta sendiri saat ini terus-menerus melakukan sosialiasi kepada masyarakat. "Masyarakat sudah mulai sadar dan melakukan pengamanan di masing-masing wilayahnya," ujarnya.
Berbeda halnya di Surabaya, ia melihat pergerakan orang masih bebas, sepertinya masih ada warung kopi yang bukan sampai pukul 02.00 WIB, begitu juga masih banyak warga yang suka nongkrong di sejumlah perkampungan.
Hal sama juga dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya, Arif Fathoni. Ia mengatakan, Surabaya sudah layak menerapkan kebijakan PSBB sebagai upaya memutus rantai Covid-19 di Surabaya.
"Tapi harus dipersiapkan dengan matang. Jika selama ini, rumah sakit kekurangan untuk ruang isolasi bagi warga terpapar Covid-9. Maka pemerintah Kota Surabaya harus menyediakan tempat isolasi itu dengan mengoptimalkan aset daerah," kata Fathoni.
Toni kurang sepakat jika administratur Surabaya bekerja sama dengan pihak hotel maupun apartemen dalam rangka menyediakan ruang isolasi. Hal ini dikarenakan, Pemkot Surabaya tetap mengeluarkan anggaran untuk menyewa kamar hotel untuk ruang isolasi, sementara di sisi lain banyak aset milik Pemkot Surabaya yang tidak terpakai.
Aset daerah yang dipakai, menurut dia, di antaranya Stadion Gelora 10 November atau Stadion Tambaksari, Gedung Gelora Pancasila, dan gedung-gedung lainnya yang diketahui terbengkalai. Bahkan, lanjut dia, bila perlu Stadion Gelora Bung Tomo bisa dipakai untuk ruang isolasi.
"Kondisinya mendesak, sehingga perlu penanganan yang cepat," katanya.
Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser, sebelumnya mengatakan pemerintah Kota Surabaya hingga saat ini belum mengirim surat pengajuan pemberlakukan PSBB.
"Kami masih mengkaji, tapi belum ke arah pelaksanaan. Pemkot belum kirim surat. Kami coba melakukan pembatasan dan itu pun berkoordinasi dengan jajaran TNI dan Polri," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Kalau dari sisi jumlah yang positif Covid-19, Surabaya sudah layak memikirkan PSBB," kata Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur, Muhammad Sarmuji, di Surabaya, Minggu.
Meski demikian, lanjut dia, PSBB itu harus diikuti dengan perencanaan yang matang dari pemerintah Kota Surabaya. Sampai saat ini, Sarmuji mengaku belum pernah mendengar pernyataan dari mereka terkait rencana jika dilakukan PSBB.
"Setidak-tidaknya tahu apa yang mesti dilakukan kalau PSBB. Saya berharap mulai sekarang, kalau memikirkan PSBB juga memikirkan apa langkah-langkah yang harus dilakukan saat PSBB itu," ujar anggota DPR ini.
Politikus Partai Golkar ini, mengatakan, pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta sudah berjalan dengan baik. Bahkan, lanjut dia, pembatasan ruang gerak masyarakat sudah mulai ketat khususnya di daerah padat penduduk walau sebagian dari mereka masih sulit menerapkan protokol kesehatan berupa jaga jarak sosial dan fisik.
Pemda DKI Jakarta sendiri saat ini terus-menerus melakukan sosialiasi kepada masyarakat. "Masyarakat sudah mulai sadar dan melakukan pengamanan di masing-masing wilayahnya," ujarnya.
Berbeda halnya di Surabaya, ia melihat pergerakan orang masih bebas, sepertinya masih ada warung kopi yang bukan sampai pukul 02.00 WIB, begitu juga masih banyak warga yang suka nongkrong di sejumlah perkampungan.
Hal sama juga dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya, Arif Fathoni. Ia mengatakan, Surabaya sudah layak menerapkan kebijakan PSBB sebagai upaya memutus rantai Covid-19 di Surabaya.
"Tapi harus dipersiapkan dengan matang. Jika selama ini, rumah sakit kekurangan untuk ruang isolasi bagi warga terpapar Covid-9. Maka pemerintah Kota Surabaya harus menyediakan tempat isolasi itu dengan mengoptimalkan aset daerah," kata Fathoni.
Toni kurang sepakat jika administratur Surabaya bekerja sama dengan pihak hotel maupun apartemen dalam rangka menyediakan ruang isolasi. Hal ini dikarenakan, Pemkot Surabaya tetap mengeluarkan anggaran untuk menyewa kamar hotel untuk ruang isolasi, sementara di sisi lain banyak aset milik Pemkot Surabaya yang tidak terpakai.
Aset daerah yang dipakai, menurut dia, di antaranya Stadion Gelora 10 November atau Stadion Tambaksari, Gedung Gelora Pancasila, dan gedung-gedung lainnya yang diketahui terbengkalai. Bahkan, lanjut dia, bila perlu Stadion Gelora Bung Tomo bisa dipakai untuk ruang isolasi.
"Kondisinya mendesak, sehingga perlu penanganan yang cepat," katanya.
Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser, sebelumnya mengatakan pemerintah Kota Surabaya hingga saat ini belum mengirim surat pengajuan pemberlakukan PSBB.
"Kami masih mengkaji, tapi belum ke arah pelaksanaan. Pemkot belum kirim surat. Kami coba melakukan pembatasan dan itu pun berkoordinasi dengan jajaran TNI dan Polri," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020