Beberapa orang tua siswa mengadukan persoalan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dinilai merugikan siswa kepada anggota DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.
"Kami mengeluhkan PPDB yang menggunakan sistem zonasi dengan pagu 90 persen berdasarkan jarak untuk tingkat SD dan SMP," kata salah satu orang tua siswa Endro Jatmiko saat ditemui Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi dan Sekretaris Komisi D DPRD Jember Nur Hasan di DPRD Jember.
Menurutnya banyak masalah yang ditimbulkan dalam penerapan sistem zonasi dalam PPDB khususnya di tingkat SD dan SMP karena sangat tidak adil dan kebijakan itu masih belum tepat diterapkan di daerah yang jumlah sekolahnya masih belum merata.
Ia mengakui anaknya yang hendak masuk ke SMP menjadi korban zonasi karena jarak rumahnya yang berada di Jalan Kaliurang, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari ke SMP Negeri 3 Jember berjarak 1,7 kilometer dan sekolah tersebut merupakan sekolah terdekat dibandingkan SMP negeri yang lain.
"SMP tersebut sudah diserbu oleh pendaftar yang secara jarak lebih dekat daripada rumah kami seperti di Jalan Kalimantan, Jalan Jawa, Jalan Sumatera dan sekitarnya yang disesuaikan dengan jumlah pagu sekolah," katanya.
Endro berharap anggota DPRD Jember bisa memfasilitasi keluhan orang tua di Jember yang keberatan dengan sistem zonasi dalam PPDB, sehingga harus ada evaluasi.
"Kami juga berharap pemerintah daerah seharusnya memiliki kebijakan yang bisa mengakomodasi kebutuhan warganya dan tidak mutlak menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB tersebut," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi mengatakan pihaknya sering menerima keluhan terkait dengan PPDB yang menerapkan sistem zonasi murni tersebut yang dinilai kurang adil bagi siswa yang memiliki rumah jauh dari sekolah.
"Hampir setiap hari kami menerima keluhan tentang sistem zonasi PPDB, sehingga keluhan tersebut akan kami sampaikan ke Dinas Pendidikan Jember, sehingga nanti akan dipanggil untuk memberikan penjelasan," katanya.
Sekretaris Komisi D DPRD Jember Nur Hasan mengatakan anaknya menjadi "korban" zonasi karena tidak bisa masuk ke SDN Menampu 3 seperti anak-anaknya yang lain, padahal jarak rumah dengan sekolah tersebut sekitar 500 meter.
"Berdasarkan sistem zonasi, justru anak saya bisa sekolah di SD negeri yang jaraknya 1 kilometer dari rumah, sehingga saya memilih menyekolahkan anak saya di sekolah swasta yang dekat dengan rumah," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Kami mengeluhkan PPDB yang menggunakan sistem zonasi dengan pagu 90 persen berdasarkan jarak untuk tingkat SD dan SMP," kata salah satu orang tua siswa Endro Jatmiko saat ditemui Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi dan Sekretaris Komisi D DPRD Jember Nur Hasan di DPRD Jember.
Menurutnya banyak masalah yang ditimbulkan dalam penerapan sistem zonasi dalam PPDB khususnya di tingkat SD dan SMP karena sangat tidak adil dan kebijakan itu masih belum tepat diterapkan di daerah yang jumlah sekolahnya masih belum merata.
Ia mengakui anaknya yang hendak masuk ke SMP menjadi korban zonasi karena jarak rumahnya yang berada di Jalan Kaliurang, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari ke SMP Negeri 3 Jember berjarak 1,7 kilometer dan sekolah tersebut merupakan sekolah terdekat dibandingkan SMP negeri yang lain.
"SMP tersebut sudah diserbu oleh pendaftar yang secara jarak lebih dekat daripada rumah kami seperti di Jalan Kalimantan, Jalan Jawa, Jalan Sumatera dan sekitarnya yang disesuaikan dengan jumlah pagu sekolah," katanya.
Endro berharap anggota DPRD Jember bisa memfasilitasi keluhan orang tua di Jember yang keberatan dengan sistem zonasi dalam PPDB, sehingga harus ada evaluasi.
"Kami juga berharap pemerintah daerah seharusnya memiliki kebijakan yang bisa mengakomodasi kebutuhan warganya dan tidak mutlak menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB tersebut," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi mengatakan pihaknya sering menerima keluhan terkait dengan PPDB yang menerapkan sistem zonasi murni tersebut yang dinilai kurang adil bagi siswa yang memiliki rumah jauh dari sekolah.
"Hampir setiap hari kami menerima keluhan tentang sistem zonasi PPDB, sehingga keluhan tersebut akan kami sampaikan ke Dinas Pendidikan Jember, sehingga nanti akan dipanggil untuk memberikan penjelasan," katanya.
Sekretaris Komisi D DPRD Jember Nur Hasan mengatakan anaknya menjadi "korban" zonasi karena tidak bisa masuk ke SDN Menampu 3 seperti anak-anaknya yang lain, padahal jarak rumah dengan sekolah tersebut sekitar 500 meter.
"Berdasarkan sistem zonasi, justru anak saya bisa sekolah di SD negeri yang jaraknya 1 kilometer dari rumah, sehingga saya memilih menyekolahkan anak saya di sekolah swasta yang dekat dengan rumah," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019