Surabaya (ANTARA) - Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) mempelajari transformasi kawasan industri hijau melalui program China–Indonesia Industrial Park Green Development di Beijing dan Tianjin.
“Berbagai inovasi ditampilkan, mulai dari penerapan microgrid untuk energi hijau, sistem manajemen karbon berbasis Internet of Things (IoT), hingga konsep zero-waste industrial park. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana China berhasil memadukan kebijakan, riset ilmiah, dan teknologi lingkungan secara terpadu untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Antar Lembaga, Didik Prasetiyono, sebagai perwakilan HKI, melalui keterangan yang diterima di Surabaya, Selasa.
Program ini mempertemukan pengambil kebijakan, pengelola kawasan industri, dan lembaga riset dari kedua negara untuk memperkuat kolaborasi menuju industrialisasi hijau dan rendah karbon.
Kegiatan ini difasilitasi oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Global Environmental Institute (GEI), dengan dukungan Energy Foundation China serta Chinese Academy of Sciences (CAS).
Program tersebut dirancang untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan dan praktik terbaik pengembangan eco-industrial park (EIP) yang telah sukses diterapkan di China.
Didik mengikuti sejumlah rangkaian kegiatan yang dimulai di Research Center for Eco-Environmental Sciences (RCEES), Chinese Academy of Sciences, Beijing.
Para peneliti dan pelaku industri berbagi praktik terbaik dalam pengelolaan energi, air, dan limbah dengan pendekatan berbasis riset dan teknologi.
Sementara itu, puncak kegiatan berlangsung di Tianjin Economic-Technological Development Area (TEDA), salah satu kawasan industri paling sukses di China.
TEDA mengelola lebih dari 40 ribu hektare lahan industri dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2024 mencapai sekitar RMB 258,1 miliar atau setara Rp567 triliun.
Ia mengatakan, pengalaman China membuktikan bahwa transformasi hijau berhasil bila negara memiliki arah kebijakan yang jelas.
Pemerintah China menjadi penggerak utama dengan strategi transisi energi yang tegas, riset yang kuat, dan kolaborasi erat antara sektor publik dan swasta.
Kepastian hukum, kemudahan berusaha, serta iklim investasi yang kondusif menciptakan kepercayaan dan mempercepat transformasi industri.
HKI meyakini, Indonesia dapat mereplikasi arah serupa agar transformasi hijau menjadi gerakan ekonomi nasional yang nyata.
Kunjungan ini menjadi tonggak penting bagi penguatan ekosistem industri hijau di Indonesia.
HKI menilai, kemitraan dengan lembaga-lembaga China seperti CAS, CCID-MIIT, dan TEDA dapat menjadi katalis percepatan implementasi Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (KIBL) yang tengah digagas Kementerian Perindustrian.
