Bondowoso (ANTARA) - Di Hari Sarjana Nasional, 29 September, kisah nyata ini sangat relevan. Seorang perempuan remaja dari Madura, Jawa Timur, berhasil memutus rantai kemiskinan keluarga setelah ia nekat kuliah di perguruan tinggi negeri di Surabaya.
Semangat itu muncul karena ditunjang oleh fasilitas dari negara, yaitu beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dulu dikenal dengan sebutan Bidikmisi.
Perempuan muda yang telah meraih gelar sarjana dan kini berkarir di satu perusahaan asing di luar Jawa itu adalah contoh nyata bahwa pendidikan, khususnya lulusan perguruan tinggi, mampu membawa seseorang yang lahir dari keluarga miskin lepas dari jerat rantai kemiskinan keluarga.
Selain itu, lewat jalan gelar sarjana, perempuan muda tersebut juga mampu lepas dari jerat budaya pernikahan dini di desanya. Saat ini, perempuan tersebut berusia sekitar 28 tahun dan belum menikah.
Kalau saja, setelah lulus SMA ia menyerah pada keadaan dan tidak punya niat untuk berjuang meraih gelar sarjana, mungkin di usia 28 tahun tersebut dia sudah harus menanggung beberapa anak, dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, sebagaimana yang dialami orang tuanya dulu.
Beasiswa KIP Kuliah telah menjadi "malaikat" penyelamat bagi dia dan keluarganya, hingga berhasil meraih gelar sarjana. Selain telah memiliki penghasilan mapan, perempuan itu juga menyelamatkan status sosial orang tuanya, dengan membangun rumahnya menjadi lebih layak. Ia juga sudah mampu menanggung biaya adiknya yang sedang kuliah.
Kisah perempuan desa yang berhasil meraih gelar sarjana ini adalah bukti nyata bagaimana pendidikan menjadi salah satu jalan strategis dalam upaya memutus rantai kemiskinan di negara kita.
Sejak dari program beasiswa Bidikmisi hingga kini berubah menjadi KIP-Kuliah, pemerintah telah memfasilitasi jutaan anak muda dari keluarga miskin untuk menikmati hak memperoleh pendidikan hingga perguruan tinggi dan meraih gelar sarjana.
Jutaan anak muda yang awalnya bermimpi untuk kuliah saja tidak, kini mereka telah banyak yang memiliki gelar sarjana dan menikmati manfaat dari raihan tingkat pendidikan tinggi, kemudian berkarir di berbagai bidang. Beberapa dari mereka bahkan ada yang sudah meraih gelar akademik tertinggi, yakni doktor dan menjadi dosen.
Selain menyediakan beasiswa KIP, untuk membantu anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu agar bisa meraih gelar sarjana secara gratis, termasuk biaya hidup, sampai lulus kuliah, pemerintah membangun Sekolah Rakyat yang juga diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin, mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Meskipun Sekolah Rakyat baru memfasilitasi anak-anak dari jenjang SD hingga SMA, lulusan program itu tentu akan sangat mudah untuk mendapat beasiswa KIP-Kuliah, hingga mampu meraih gear sarjana.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan per Agustus 2025, jumlah Sekolah Rakyat mencapai 100 titik. Jumlah itu akan terus bertambah seiring dengan semangat pemerintah untuk memperluas jangkauan fasilitas itu merata di seluruh Indonesia.
Sekolah Rakyat, dengan fasilitas asrama dan semua biaya ditanggung oleh pemerintah itu, telah menyediakan harapan baru bagi anak-anak dari keluarga miskin untuk menikmati pendidikan secara gratis dengan pelayanan istimewa, termasuk kebutuhan makan dan guru pendamping, selama mereka menghuni asrama.
Banyak orang tua dari anak-anak yang menghuni asrama sekolah rakyat itu menangis haru karena bahagia anak-anaknya bisa kembali ke sekolah.
Dengan pola pendidikan berasrama yang di dalamnya juga ada penanaman nilai-nilai karakter dan pembinaan mental, sekolah itu diyakini akan melahirkan lulusan yang memiliki kualitas keilmuan dan jiwa kuat dan tangguh menghadapi tantangan hidup di masa depan.
Hasil dari investasi pengembangan sumber daya manusia lewat pendidikan memang tidak bisa terlihat seketika. Butuh proses untuk melihat hasil dari program itu. Kalau dari program KIP, kita sudah bisa melihat hasilnya, untuk Sekolah Rakyat, mungkin 10 atau 15 tahun akan terlihat, setelah anak-anak itu lulus dan mulai memetik buah dari pendidikan yang mereka tempuh.
Bukan saja memutus rantai kemiskinan, program untuk bidang pendidikan ini juga membuat rantai baru untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, yakni ketika lulus dan sukses, mereka akan menjadi penggerak untuk memajukan keluarga itu secara bersama-sama.
Kalau dulu keluarganya berstatus penerima Program Keluarga Harapan (PKH), anak-anak yang pendidikannya dibantu oleh KIP atau lewat sekolah rakyat, kelak, mereka akan mampu mengentaskan status keluarga menjadi "lulus" dari PKH.
Dengan lulusnya satu keluarga, maka program untuk keluarga miskin itu bisa dialihkan kepada keluarga lain yang juga berhak menerima bantuan dari negara.
Bukan hanya keluar dari status PKH, keluarga itu tidak menutup kemungkinan untuk menjadi penyelamat bagi keluarga lain dengan membantu, setidaknya satu atau beberapa anak untuk disekolahkan, hingga ke perguruan tinggi.
Begitulah idealnya luaran dari program KIP dan sekolah rakyat yang akan memproduksi rantai kesejahteraan bersama, yang ditumbuhkan dari mental dan sikap saling peduli satu dengan yang lain.
Anak-anak yang telah bisa mengentaskan diri dari status kemiskinan karena mendapat bantuan pihak lain, termasuk dari negara, biasanya cenderung mudah untuk diajak peduli pada keluarga lain untuk dibantu.
Salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat pendidikan satu anggota keluarga adalah tertundanya pernikahan, sehingga secara mental lebih siap. Dengan demikian, mereka yang menikah tidak pada usia dini, akan melahirkan anak sebagai generasi penerus yang lebih berkualitas dan berdaya.
Beasiswa KIP dan sekolah rakyat menjadi jalan mempermudah terwujudnya visi Indonesia Emas 2045.
