Surabaya (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur meminta dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasional kapal penyeberangan rute Ketapang–Gilimanuk, menyusul insiden tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali beberapa waktu lalu.
“Ini harus menjadi evaluasi besar, bersama, dan menyeluruh terhadap Kementerian Perhubungan. Memang penyeberangan ini bukan ranah provinsi, tetapi karena berada di Banyuwangi menuju Bali, tentu kami di DPRD Jatim bersuara agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” ujar anggota DPRD Jawa Timur, Dewanti Rumpoko, di Surabaya, Minggu.
Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan pentingnya uji kelayakan kapal secara berkala, mengingat dugaan sementara penyebab insiden adalah faktor kelalaian manusia (human error). Ia membandingkan dengan moda transportasi darat yang diwajibkan menjalani uji KIR secara rutin.
“Evaluasi terhadap layak tidaknya kapal beroperasi harus menjadi prioritas utama dalam sistem pengawasan Kemenhub,” tutur anggota Komisi D tersebut.
Tak hanya soal kelayakan teknis, Dewanti juga menekankan pentingnya disiplin dalam pengangkutan sesuai kapasitas atau tonase kapal yang telah ditentukan.
Selain itu, ia menggarisbawahi pentingnya kesiapan dan kesejahteraan Sumber Daya Manusia (SDM) awak kapal sebagai faktor krusial dalam menjaga keselamatan pelayaran.
“Perhatian juga harus ditujukan pada SDM yang menjadi awak kapal, mereka yang memegang kendali kapal dan membawa nyawa penumpang. Jangan sampai kapal sudah layak, tapi kru belum siap, sehingga terjadi human error,” ujar mantan Wali Kota Batu tersebut.
Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan lainnya, Agus Black Hoe, meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk segera turun tangan memberikan pendampingan kepada korban selamat, khususnya perempuan dan anak-anak yang mengalami tekanan psikologis akibat insiden tersebut.
“Kami meminta Pemprov Jatim segera hadir memberikan layanan trauma healing bagi para korban selamat, terutama anak-anak dan perempuan yang mengalami kejadian traumatis,” ujarnya.
Agus menekankan bahwa penanganan pasca-kejadian harus menyentuh aspek fisik maupun psikologis.
Ia mengingatkan bahwa kegagalan dalam penanganan krisis akan berdampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap moda transportasi laut.
“Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan bahwa standar keselamatan, kelayakan kapal, serta kualitas layanan pelayaran ditingkatkan secara konsisten dan sistemik,” ujarnya.