Kediri (ANTARA) - Kepolisian Resor Kediri Kota, Jawa Timur, melakukan operasi secara masif sebagai upaya untuk mencegah peredaran narkotik dan obat-obat terlarang.
Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengemukakan pihaknya telah melakukan razia ke seluruh wilayah hukum kepolisian ini dan berhasil mengungkap sejumlah kasus.
"Dari operasi April sampai Mei 2025, dalam dua bulan kami mengungkap 19 kasus, yakni 10 kasus narkoba dan sembilan kasus obat keras berbahaya," katanya di Kediri, Selasa.
Ia menambahkan, dalam operasi tersebut telah menangkap 23 orang yang sudah menjadi tersangka. Dari jumlah itu, 22 orang adalah laki-laki dan seorang perempuan.
"Ada empat tersangka residivis. Untuk barang bukti yang telah diamankan dari 19 kasus tersebut untuk narkoba 473,74 gram sabu, kemudian ganja seberat 26,6 gram, lalu 16,489 butir dobel L," kata dia.
Pihaknya mengungkapkan, temuan itu merata di hampir seluruh wilayah hukum Polres Kediri Kota, dengan berbagai macam modus.
"Pengungkapan ada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Mojoroto sebanyak empat TKP (tempat kejadian perkara), Kecamatan Pesantren empat TKP, Kecamatan Banyakan empat TKP, Kecamatan Kediri Kota empat TKP, Kecamatan Semen dua TKP, dan Kecamatan Mojo satu TKP, " ujar dia.
Pihaknya juga menyebut, Polres Kediri Kota juga telah menangkap tersangka AWP, yang merupakan salah satu fokus dalam pengungkapan selama dua bulan tersebut.
Ia dibekuk di sebuah rumah kos di kawasan Kelurahan Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Dari tangan yang bersangkutan, petugas mengamankan barang bukti narkotika jenis sabu dengan berat kurang lebih 427,45 gram dan ganja seberat kurang lebih 2,42 gram, dengan nilai hingga ratusan juta Rupiah.
"Pengungkapan terbesar. Kami ungkap pada hari Senin tanggal 26 Mei yang lalu," kata Kapolres.
Kasat Resnarkoba Polres Kediri Kota AKP Endro Purwandi menambahkan AWP yang seorang residivis kasus narkoba dalam kasus ini berperan sebagai kurir. AWP mendapatkan perintah dari bandar berinisial JP yang kini sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
AWP, kata dia, selama ini menggunakan sistem ranjau untuk mengirim barang tersebut ke pembeli. Dirinya diberi tugas menaruh barang terlarang di tempat-tempat yang telah ditentukan, untuk ke depannya akan diambil oleh pembeli.
Endro mengatakan, kepada petugas, AWP mengaku mendapatkan upah sebesar Rp 1 juta untuk sekali pengiriman. AWP juga diketahui sudah melakukan pengiriman sebanyak empat kali.
Kepada para tersangka, polisi menjeratnya dengan Pasal 114 subsidier Pasal 112 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kemudian Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan yang terakhir Pasal 435 Jo Pasal 138 Ayat 2 dan 3 sub pasal 436 Ayat 2 Jo Pasal 145 Ayat 1 UU RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.