TPA Supit Urang Kota Malang Hampir "Overload"
Senin, 4 Juni 2012 9:50 WIB
Malang - Kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) Supiturang Kota Malang mulai "overload" karena bertambahnya volume sampah yang dibuang ke TPA tersebut.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang Wasto, Senin, mengakui TPA seluas 22 hektare di kawasan Supiturang, Kecamatan Sukun itu tumpukan sampahnya terus menggunung, bahkan saat ini sampai "overload".
"Pada ketinggian tertentu sampah yang sudah menumpuk itu, ya kami mampatkan agar arealnya bisa digunakan lagi untuk membuang sampah yang dikirim dari puluhan tempat pembuangan akhir (TPS) di daerah ini," katanya.
Ia mengakui, sebenarnya sampah yang dibuang ke TPA tersebut sudah dipilah dan volumenya juga berkurang dari asalnya (sampah rumah tangga atau domestik), bahkan sudah disetor ke bank sampah, namun upaya pemilahan sampah ini juga belum mampu mengurangi volumenya secara signifikan.
Produksi (volume) sampah warga Kota Malang yang diangkut ke TPA Supit Urang rata-rata mencapai 400 ton per hari. Hal itu disebabkan adanya pertumbuhan penduduk, baik dari kelahiran maupun pendatang terus meningkat, sehingga secara otomatis juga menambah volume sampah.
Wasto mengemukakan, berbagai langkah telah dilakukan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA, agar TPA tersebut tidak cepat penuh. Di antaranya dengan memilah sampah yang disetorkan ke bank sampah serta menggandeng investor untuk mengelola sampah di TPA.
Menurut dia, sudah ada beberapa investor asing yang berminat untuk mengolah sampah di TPA tersebut. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni luas lahan TPA harus diperluas lagi hingga mencapai 25 hektare.
Jika tahun ini ada penambahan lahan sekitar tiga hektare, maka persyaratan dari investor Jerman tersebut bisa terpenuhi dan segera bisa direalisasikan.
Investor Jerman yang bekerja sama untuk mengelola TPA Supit Urang itu adalah Bank Pembangunan Jerman, KfW (Kreditanstalt fur Wiederaufbau). Pada pertengahan 2011, pihak KfW sudah melakukan survei dan memastikan akan menginvestaikan dananya di TPA Supit Urang.
Pengelolaan sampah TPA Supit Urang nantinya, kata Wasto, dengan menggunakan sistem "sanitary landfill", yakni pengolahan sampah yang ramah lingkungan dengan menggunakan teknologi modern (canggih) guna mengurangi gas emisi efek rumah kaca.
Jika pengelolaan sampah di TPA Supit Urang dengan sistem sanitary landfill tersebut berhasil, maka pihak investor akan mendapatkan sertifikasi karena sudah terbukti mampu mengurangi gas emisi.
Untuk mengelola sampah di TPA Supit Urang tersebut, investor dari Jerman itu bakal mengucurkan anggaran sebesar Rp197 miliar, dengan catatan lahan yang dibutuhkan terpenuhi dan ada jaminan kontinyuitas pemeliharaan.
"Kalau tahun ini ada tambahan lahan untuk perluasan TPA, maka bisa memperpanjang umum TPA dan persyaratan dari investor Jerman juga terpenuhi," tegasnya.
Sebelumnya, TPA Supit Urang itu juga diminati oleh beberapa investor asing, di antaranya adalah AS, Prancis, Kanada dan Belanda.
Beberapa waktu lalu investor Kanada sudah membeli lahan seluas lima hektare di kawasan Arjowinangun, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang untuk membangun pabrik pengolahan sampah. Namun, ditolak oleh warga setempat, sehingga lahan tersebut mangkrak hingga sekarang.
Selain itu, pemerintah Belanda yang difasilitasi oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) juga meminati potensi sampah di TPA Supit Urang tersebut, bahkan sekarang sudah membangun laboratorium penangkap gas metan dan sudah dioperasikan sejak awal 2009.
Hanya saja, tindak lanjut dari kerja sama tersebut masih belum ada titik terang, meski Wali Kota Malang Peni Suparto dan beberapa kepala dinas kota itu telah melakukan peninjauan pengelolaan sampah di Negeri Kincir Angin tersebut.(*)