Surabaya (ANTARA) - Kejadian kelam sekitar tiga tahun yang lalu masih melekat di benak Sundari Kristania. Nenek 69 tahun ini digigit anjing milik tetangganya di Perumahan Wisma Mukti Surabaya pada sekitar pukul 19.00 WIB, 9 Mei 2022.
"Anjing jenis herder itu melepas gigitannya setelah dihampiri sang majikan," kata Sundari melalui Kuasa Hukum Abdul Malik, mengenang, saat dikonfirmasi di Surabaya, Selasa malam.
Ibu mertua Mantan Wakil Bupati (Wabup) Blitar Rahmat Santoso itu langsung menuntut agar pemilik anjing berinisial TSU bertanggung jawab membiayai luka yang merobek paha kanannya di rumah sakit karena khawatir mengandung virus rabies akibat serangan binatang tersebut.
Namun pemilik anjing yang berprofesi sebagai advokat menolak membiayai pengobatannya. Malah mengusir perempuan tua itu sembari gestur tangannya seolah hendak mengacungkan sepucuk pistol yang tersembunyi dari balik bajunya.
Sundari, didampingi Kuasa Hukum Abdul Malik, akhirnya malam itu juga, sekitar pukul 21.30 WIB, lapor polisi dengan menyertakan barang bukti hasil visum dari Rumah Sakit Port Health Center (PHC) Surabaya, serta rekaman kamera pengawas (CCTV) dari rumah tetangga di depan rumahnya.
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menerima laporan tentang perbuatan tidak menyenangkan tersebut.
Pemilik anjing TSU dilaporkan karena kesalahannya tidak menjaga dengan sempurna binatang berbahaya yang dalam penjagaannya menyebabkan orang luka, serta penyalahgunaan senjata api, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335, 360 dan 490 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), serta Undang-undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Menjelang tiga tahun berselang, luka gigitan anjing di paha kanan Sundari yang telah berangsur mengering masih terus membekas. Namun tidak pernah menerima kabar perkembangan penyelidikan atas laporannya dari Polrestabes Surabaya.
Hingga pada malam sekitar pukul 19.00 WIB, 20 Januari 2025, Polrestabes Surabaya mengirim surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) yang menyatakan tidak ditemukan peristiwa pidana dalam perkara ini sehingga tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan.
Penyelidik Polrestabes Surabaya Ajun Inspektur Dua (Ipda) Indra Gunawan menjelaskan penghentian penyelidikan sebagaimana tertuang dalam SP2HP tersebut diputuskan setelah dilakukan gelar perkara yang mengacu pada interogasi saksi-saksi dan analisa barang bukti.
Sundari kecewa. "Penyelidikannya tidak benar. Kami telah menyertakan bukti visum dan rekaman kamera CCTV. Selain itu, aturannya SP2HP diterbitkan setiap dua bulan sekali," ucap Kuasa Hukum Abdul Malik, yang memastikan telah bersurat ke berbagai pihak, termasuk Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Republik Indonesia (Propam Polri), demi meminta perlindungan hukum dan keadilan bagi kliennya.