Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) Prof Dr Thomas Suyatno menyoroti pentingnya kesetaraan kebijakan untuk perguruan tinggi swasta (PTS) dan perguruan tinggi negeri (PTN) di era pemerintahan baru.
Prof Thomas dalam keterangannya di Surabaya, Rabu menginginkan PTS tidak lagi menjadi korban diskriminasi kebijakan maupun perlakuan berbeda dengan PTN.
"Sesuai konstitusi negara, hanya ada satu sistem pendidikan nasional. Tidak boleh ada lagi diskriminasi perlakuan maupun kebijakan dalam pengelolaan pendidikan tinggi, baik untuk PTN maupun PTS. Hal ini penting kami sampaikan kepada pemerintahan baru Republik Indonesia," ucap Prof Thomas.
Prof Thomas menyampaikan ABP-PTSI tetap konsisten menolak upaya perubahan status PTS menjadi PTN jika pihak yayasan pengelola tidak menyetujuinya.
"Kami menolak perubahan PTS menjadi negeri jika yayasan tidak setuju. Hal ini tidak boleh dipaksakan," ujarnya.
Prof Thomas turut mengingatkan agar pemerintah tidak terlalu jauh mencampuri pengelolaan PTS. Menurutnya, terlalu banyak aturan justru akan menghambat kreativitas dan dinamika kampus.
"Regulasi yang berlebihan hanya akan mengekang kreativitas, dinamika, dan demokrasi kampus. Ini tidak benar," katanya.
Sebagai solusi, Prof Thomas menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengawasan.
"Masyarakat memiliki hak untuk ikut mengawasi. Jika ditemukan penyimpangan, bisa langsung dilaporkan ke inspektorat," ujarnya.
Menanggapi pernyataan itu, Ketua Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya J. Subekti, menyatakan kesiapan Untag Surabaya menghadapi berbagai kebijakan yang mungkin diterapkan pemerintahan baru.
"Kami berharap ada kebijakan baru yang mempermudah PTS untuk bersaing, baik dengan PTN maupun perguruan tinggi luar negeri. Hal ini penting untuk mempersiapkan langkah kami ke depan," ujar Subekti.