Bondowoso (ANTARA) - Seorang laki-laki di pos keamanan lingkungan (kamling) di satu perkampungan sedang berbincang hangat, bahkan sesekali berdebat dengan yang lain.
Mereka sedang memperbincangkan topik mengenai pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Si laki-laki setengah baya itu sedang berupaya menjelaskan hakikat pemilihan umum kepada sejumlah orang yang tampaknya "memperjuangkan" calon pasangannya agar didukung oleh yang lain.
Tidak jarang pendukung calon pasangan calon itu begitu agitatif menjelaskan keunggulan calonnya dan merendahkan calon pasangan yang tidak didukungnya. Intinya, hanya calon yang didukungnya yang paling ideal. Orang yang tidak satu dukungan dengannya terpancing, sehingga sempat terjadi cekcok.
Karena merasa paling baik, si pendukung sampai melontarkan ancaman terhadap pendukung calon pasangan lain. Beruntung bentrok fisik dapat dicegah oleh si lelaki yang sejatinya juga memiliki kecenderungan pribadi untuk mendukung pasangan calon tertentu.
Meskipun memiliki kecenderungan pilihan dukungan pada calon tentu, si lelaki setengah baya itu mampu hati dan jiwanya tetap damai. Dengan sabar ia menjelaskan bahwa pilkada adalah pesta demokrasi yang hanya berlangsung lima tahun sekali. Jauh lebih penting dari pesta itu adalah menjaga persaudaraan tetap utuh dan keamanan serta ketertiban masyarakat harus tetap terjaga.
Lelaki itu menyampaikan bahwa mempromosikan calon pasangan yang kita dukung itu tidak perlu sampai membawa kita pada permusuhan dengan yang lain.
Apa yang ditunjukkan oleh lelaki itu sejatinya mengandung nilai-nilai kepahlawanan masa kini, karena dengan menyampaikan pemahaman bahwa menjaga persaudaraan itu di atas segalanya, juga memiliki kemuliaan tinggi yang tujuannya sama dengan yang dilakukan oleh para pejuang tempo dulu untuk menjaga negara kita aman dari kuasa penjajah.
Secara formal, penghargaan sebagai pahlawan nasional tampaknya sudah tertutup bagi sosok masa kini, sesuai yang terkandung dalam UU 20/2009 tentang "Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehoramatan".
Pada Pasal 1 Ayat 4 UU tersebut didefinisikan bahwa pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Untuk menjadi pahlawan masa kini, tidak perlu melakukan aksi perjuangan dengan motif atau tujuan mendapatkan tanda kehormatan dari negara. Hal-hal sederhana dapat kita lakukan untuk menjaga negeri ini tetap menjadi rumah bersama yang aman dan nyaman adalah sikap kepahlawanan yang tidak memerlukan pengakuan formal.
Ruang dan waktu untuk berjuang menjaga negeri ini tetap damai dan tentram, serta sejahtera, masih terbuka lebar bagi siapapun untuk dirinya mendapatkan derajat pahlawan. Derajat diri sebagai pahlawan kehidupan terbuka bagi siapapun yang jiwanya selalu terpanggil agar daerahnya aman. Jika jiwa itu menjadi gerakan komunal di seluruh penjuru negeri, laku sederhana perorangan itu akan mengantarkan bangsa ini selalu aman.
Orang yang diam-diam menjaga lingkungan tempat tinggalnya tidak terganggu oleh ulah pencuri, adalah pahlawan yang mungkin bagi tetangga sebelahnya tidak diketahui. Orang yang membuang duri atau paku di jalan agar orang lain tidak terluka juga merupakan pahlawan yang hanya malaikat dan Tuhan yang tahu. Biarlah nilai itu menjadi tabungan kebaikan di alam semesta bagi si pelaku.
Pintu derajat pahlawan itu, kini juga terbuka momentumnya, saat Indonesia akan melaksanakan gawe besar demokrasi, yakni Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024 secara serentak pada 27 November.
Sebagai ajang pergantian kekuasaan, tidak jarang kita jumpai pasangan calon kepala daerah, pendukung pasangan calon, termasuk pengurus partai politik dan simpatisannya, terjebak dalam pikiran dan perilaku yang "hanya siap menang, tetapi sesungguhnya tidak siap kalah".
Padahal sudah menjadi semacam prosedur, sebelum hari pencoblosan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan kegiatan penandatanganan pasangan calon dan partai pendukung untuk "siap menang dan siap kalah". Pernyataan sikap itu merupakan upaya agar pilkada berjalan aman dan lancar, dengan menghindari adanya konflik di kalangan akar rumput.
Berkaca pengalaman pemilihan umum sebelumnya, pemerintah dengan semua perangkatnya, seperti personel Polri, TNI, intelijen, dan lainnya melakukan pemetaan untuk mengantisipasi kerawanan dan konflik dalam pelaksanaan pemilihan umum di suatu daerah.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh personel Polri, tentunya dilengkapi dengan informasi dari TNI dan intelijen, kemudian diperoleh data daerah-daerah yang memiliki kerawanan, seperti terkait politik uang, penyebaran informasi hoaks menggunakan isu agama untuk menjatuhkan lawan dan lainnya.
Berdasarkan pemetaan wilayah rawan itu, penyelenggara pemilu, TNI dan Polri tentu berusaha untuk mencegah potensi rawan itu menjadi aktual. Apa yang dilakukan oleh personel penyelenggara, Polri dan TNI, jika melebihi beban tanggung jawabnya, tentu juga memiliki nilai kepahlawanan yang tidak memerlukan pengakuan dari siapapun.
Anggota masyarakat dapat dan harus mengambil peran untuk mewujudkan cita-cita kolektif bangsa agar pilkada dan pemilu lainnya berlangsung dengan baik dan sesuai peraturan, sehingga menghasilkan pemimpin yang amanah untuk mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Anggota masyarakat yang tidak secara langsung memiliki tugas terkait pelaksanaan pilkada, jika mereka mengambil peran mulia untuk menjaga agar pemilu itu aman, tentu juga memiliki tabungan kebaikan sebagai pahlawan. Kelak, si pelaku akan menuai kebaikannya itu, atau akan menjadi warisan "karma" baik untuk anak cucunya.
Generasi milenial yang aktif di media sosial mengisi konten medsosnya dengan ajakan kebaikan bersama, juga menjadi barisan pahlawan masa kini. Setidaknya, kaum muda itu mampu menahan diri untuk tidak ikut menyebarkan informasi hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.
Pencoblosan pilkada tinggal beberapa hari lagi, mari kita menjadi pahlawan untuk pesta demokrasi 5 tahunan ini.
Editor: Achmad Zaenal M