Sidoarjo (ANTARA) - Penasehat hukum mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor tidak mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
"Kami lihat secara formil (surat dakwaan) sudah memenuhi, kami tidak menyiapkan waktu untuk mengajukan eksepsi dan meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang," kata penasehat hukum Gus Muhdlor, Mustofa Abidin, usai sidang dakwaan, di Sidoarjo, Senin.
Dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa Gus Muhdlor menerima dana hasil pemotongan insentif pegawai BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Mustofa memprediksi akan ada tambahan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan, yang tidak ada saat sidang Ari dan Siska Wati.
"Kalau dari kami menyiapkan 126 saksi, tapi kalau dari jaksa belum tahu, Itu semua kewenangan jaksa untuk membuktikan dakwaan. Kami standar aja, artinya kami pasti akan melihat keterangan saksi-saksi dalam persidangan," tuturnya.
Baca juga: Gus Muhdlor didakwa terima dana pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo
Sementara itu, Gus Muhdlor menjalani sidang perdana kasus dugaan pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di jalan Juanda, Sidoarjo, Senin (30/9).
Dalam pembacaan surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK Arif Usman menyebut Gus Muhdlor melanggar Pasal 12 huruf F UU Tipikor.
"Bersama Ari Suryono menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo dan Siskawati menjabat Kasubag Kepegawaian Umum BPPD Sidoarjo meminta atau menerima potongan pembayaran pegawai negeri senilai Rp 8,5 miliar," beber Arif saat membacakan dakwaan.
JPU KPK menyebut uang potongan insentif pegawai itu diberikan oleh Siska Wati kepada staf Gus Muhdlor.
"Terdakwa mendapat Rp 50 juta per bulan yang diberikan Siskawati kepada sopir terdakwa, Ahmad Masruri," ujar Arif.