Surabaya - Berduka. Masyarakat musik jazz Indonesia kehilangan putra terbaiknya. Sang maestro Bubi Chen tutup usia Kamis (16/2) sekitar pukul 18.55 WIB. Dokter Rumah Sakit Telogorejo, Semarang, yang menangani, menyatakan, musisi kelahiran Surabaya pada 9 Februari 1938 itu meninggal karena gagal jantung. Kabar duka pun kemudian menyebar kemana-mana. Suasana berkabung tidak hanya dirasakan empat putera Bubi Chen yakni Howie Chen, Benny Chen, Yana Chen dan Serena Chen, tapi juga dialami masyarakat luas, khususnya masyarakat musik jazz dan penggemarnya. Ucapan belasungkawa terus mengalir, tidak hanya melalui stasiun radio Suara Surabaya yang selama ini menjadi media Bubi Chen untuk berkomunikasi dengan masyarakat, tapi juga melalui jejaring sosial. "My heart is broken. we just lost the first and greatest modern jazz pianist this country ever had. rest in piece om Bubi Chen. im so gonna miss you, om. you're just like a father to me and i learned so much from you... Rest In Peace Maestro Bubi Chen," demikian ucapan belasungkawa Indra Lesmana dalam twitter-nya. Senada dengan Indra Lesmana, musisi jazz Idang Rasjidi dalam jejaring sosial juga menyatakan kehilangan. "Indonesia kembali kehilangan putra bunga bangsa, tokoh jazz internasional dari Indonesia Bubi Chen. Selamat jalan guru, sahabat & teman." Rasa duka dan kehilangan dirasakan pula kalangan musisi maupun penyanyi jazz lainnya seperti Shaharani, Bahalwan, Maliq and D'essential, serta Endah and Rhesa. Dalam jejaring sosial mereka mengungkapkan rasa dukanya yang mendalam. "Ooohhhhh nooo...sad news! RIP Om Bubi Chen...," tulis Endah and Resha dalam jejaring sosial. Sementara itu, Direktur Utama Suara Surabaya Media, Errol Jonathans, yang kala itu merintis program acara "jazz traffic" bersama Bubi Chen bahkan seperti tidak percaya dengan kabar kepergian sang maestro musik jazz itu. Meskipun Errol mengetahui jika Bubi Chen telah puluhan tahun digerogoti penyakit diabetes. Bahkan, diabetesnya itulah yang menyebabkan dua kaki Bubi Chen diamputasi. Informasi dari Benny Chen, putera Bubi Chen, jenazah sang maestro rencananya akan disemayamkan sampai 22 Februari 2012 di Rumah Persemayaman Adi Jasa di Jalan Demak Surabaya guna memberi kesempatan kerabat, kawan, dan penggemarnya untuk memberikan penghormatan terakhir. Jenazah Bubi Chen pada Jumat (17/2) masih di rumah duka di Jalan Arteri Yos Sudarso Semarang dan diharapkan Sabtu (18/2) pagi sudah tiba di Surabaya. Setelah disemayamkan di Adi Jasa, jenazah Bubi Chen akan diperabukan di Eka Praya Jalan Kembang Kuning. Kota Surabaya dipilih sebagai tempat persemayaman dan perabuan terakhir Bubi Chen, karena permintaan keluarga dan penggemarnya. Selain itu, Bubi Chen sepanjang hidupnya tinggal di Surabaya dan hanya dua tahun terakhir menetap di Semarang. Apalagi, Endang Sulistyaningsih mendiang istri Bubi Chen juga disemayamkan dan diperabukan di Surabaya. Otodidak Bakat Bubi Chen dalam bermusik sepertinya telah kelihatan sejak kecil. Bakatnya tersebut bahkan kemudian semakin terasah setelah ayahnya, Tan Khing Hoo, mempercayakan Di Lucia, pianis berkebangsaan Italia, untuk mengajari piano Bubi Chen yang kala itu masih berusia lima tahun (1943-1945). Bubi Chen kecil mampu mengikuti apa yang diajarkan Di Lucia meski belum bisa baca tulis, karena sebelumnya dia sudah terbiasa melihat kakak-kakaknya berlatih piano. Dalam ensiklopedia bebas Wikipedia disebutkan, usai belajar piano dengan Di Lucia, dia belajar piano klasik kepada Yosef Bodmer, pianis berkebangsaan Swiss (1946-1954). Dari pianis inilah bakat Bubi Chen dalam bermusik jazz dikenali. Yosef Bodmer justru mendorong Bubi Chen memperdalam musik jazz. Tidak berhenti sampai disitu. Bubi Chen terus mengasah kemampuannya dengan belajar musik jazz secara otodidak dan mengikuti kursus tertulis pada Wesco School of Music, New York (1955-1957). Di usianya yang masih 12 tahun, Bubi Chen sudah mampu mengaransemen karya-karya musik klasik Beethoven, Chopin, dan Mozart ke dalam irama jazz. Bubi Chen merasa menemukan kebebasannya bermusik. Willis Conover, seorang kritikus jazz ternama dari AS pada 1960, menyebut Bubi yang saat itu berusia 22 tahun sebagai The Best Pianist of Asia. Willis memberikan julukan tersebut setelah sebelumnya mendengarkan album bertitel Bubi Chen with Strings yang disiarkan oleh Voice of Amerika. Dalam bermusik, Bubi Chen telah berkolaborasi dengan banyak musisi lain. Bubi Chen di Surabaya membentuk grup bernama The Circle bersama Maryono (saksofon), F.X. Boy (bongo), Zainal (bass), Tri Wijayanto (gitar) dan Koes Syamsudin (drum). Sedangkan bersama Jack Lesmana, Maryono, Kiboud Maulana, Benny Mustapha dan kakaknya Jopie Chen, tergabung dalam Indonesian All Stars. Bubi juga pernah membentuk "Chen Trio" bersama saudaranya Jopie dan Teddy Chen ditahun 1950-an. Ditahun yang sama ia juga bergabung dengan "Jack Lesmana Quartet" yang kemudian berganti menjadi Jack Lesmana Quintet. Pada pertengahan 1978 Bubi berkolaborasi bersama Jack Lesmana, Benny Likumahuwa, Hasan, dan Embong Rahardjo. Sedangkan pada tahun 1984, bersama pemain-pemain jazz seperti John Heard, Albert Heath, dan Paul Langosh. Bubi Chen dikenal musisi yang rendah hati dan tidak pelit berbagi ilmu. Selain aktivitasnya sebagai pengajar di YMI & Yasmi Surabaya, ia juga menularkan ilmu yang dimilikinya ke banyak orang, beberapa diantaranya cukup dikenal seperti Abadi Soesman, Hendra Wijaya, Vera Soeng dan Widya Kristianti. Selama hidupnya maestro jazz ini telah menelorkan banyak karya. Contohnya, Djanger Bali, Bubi Chen with Strings, Kau dan Aku, Bubi di Amerika, Bubi Chen And His Fabulous 5 , Mengapa Kau Menagis, Mr.Jazz, Pop Jazz, Bubi Chen Plays Soft and Easy, Kedamaian (1989), Bubi Chen and his friends (1990), Bubi Chen - Virtuoso (1995), Jazz The Two Of Us (1996), dan All I Am. Bubi Chen memang telah berpulang ke pangkuan Tuhan Yang Maha Kuasa, tapi karya-karya Sang Maestro tetap abadi menembus usia biologis sang penciptanya sendiri. Selamat jalan Om Bubi.... (*)
Berita Terkait

Penenun Timur yang mendunia
22 jam lalu

ASN jadi kunci kepercayaan publik dalam sistem perpajakan nasional
14 Juli 2025 12:55

Kontroversi Nobel perdamaian untuk Trump
14 Juli 2025 12:16

Produksi versus harga beras
14 Juli 2025 06:37

Kesyukuran di tengah dinamika Haji 2025
13 Juli 2025 12:23

Bansos, judi, dan pentingnya menyembuhkan mental miskin
12 Juli 2025 10:26

Saat judol bertemu pinjol
11 Juli 2025 14:10

Solusi untuk "buah simalakama" Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024
11 Juli 2025 13:00