Ketua PWI Jatim: Wartawan Harus Memperjuangkan Kemerdekaan Pers
Minggu, 12 Februari 2012 6:33 WIB
Bojonegoro - Ketua PWI Jatim Ahmad Munir menegaskan, di masa mendatang, wartawan tetap harus memperjuangkan kemerdekaan pers, melawan kapitalisme, karena pengaruhnya bisa mengurangi kemerdekaan pers.
"Sepanjang zaman, wartawan tetap harus memperjuangkan kemerdekaan pers. Kalau dulu melawan penjajah yang otoriter, di masa mendatang dalam memperjuangkan kemerdekaan pers, harus melawan kapitalisme," katanya pada dialog dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) ke-27 yang digelar Persatuan Wartawan Bojonegoro (PWB) di Bojonegoro, Sabtu.
Dalam dialog dengan moderator Dekan Fisip Universitas Bojonegoro Drs Soebandi, MSi, ia menjelaskan, di zaman dulu, wartawan berjuang untuk kemerdekaan pers dengan cara melawan penjajah yang otoriter. Selain itu, juga memperjuangkan kemerdekaan pers dari pembredelan.
Namun, katanya, di era sekarang dan masa mendatang, wartawan juga tetap harus berjuang untuk kemerdekaan pers melawan kapitalisme yang akan mempengaruhinya. "Ke depan dengan hati nurani wartawan tetap harus berjuang untuk kemerdekaan pers, dengan melawan kapitalisme, bukan lagi pemerintahan yang otoriter," katanya, menegaskan.
Sementara itu, Ketua KPID Jatim, Fajar Arifianto yang juga tampil sebagai nara sumber menjelaskan, ada kencenderungan pemilik modal menguasai media massa terutama TV, agar bisa berbicara seenaknya, termasuk memasang iklan. Mereka, dengan kemampuannya mampu mengusai dan memanfaatkan media TV dan radio, untuk mempengaruhi publik.
Padahal, lanjutnya, seperti media TV dengan penampilan dan gambarnya yang atraktif, sangat mudah mempengaruhi masyarakat. "Karena itu, masyarakat juga harus selektif dan hati-hati, sebab tidak semua berita yang ada di TV dan radio benar," paparnya.
Menurut dia, pihaknya juga ikut mengawasi pemberitaan yang ada di media TV, apakah sudah sesuai dengan kaidah jurnalistik. Di antaranya, berdasarkan fakta, berimbang, juga memenuhi persyaratan lainnya sebagai sebuah produk jurnalistik.
"Kita juga ikut mengawasi pemberitaan yang ada di TV dan radio, apakah sudah memenuhi kaidah sebuah produk jurnalistik," ucapnya, menegaskan.
Baik Ahmad Munir dan Fajar sependapat, dalam masalah sengketa pers, penyelesaiannya diserahkan Dewan Pers, tidak harus langsung polisi memproses dengan memanfaatkan KUHP, misalnya menjerat dengan pasal pencemaran nama baik, penghinaan atau memanfaatkan pasal lainnya.
Dengan demikian, lanjut Munir, kalau memang produk yang dihasilkan berdasarkan Dewan Pers ternyata dinilai sudah memenuhi standar jurnalistik, penyelesaiannya dengan memanfaatkan UU Pers, melalui hak jawab. "Kalau media massa tidak melayani hak jawab, dia salah," kata Munir, menjelaskan.
Munir menambahkan, dalam menyelesaikan sengketa pers yang ada di daerah, baik media cetak, online, Dewan Pers, bisa menunjuk Dewan Kehormatan PWI yang ada di daerah, untuk melakukan uji produk yang dihasilkan media yang bersangkutan sudah sesuai standar jurnalistik atau tidak.
"Begitu pula program yang ada di TV, kalau terjadi sengketa, juga diserahkan ke Dewan Pers, untuk memberikan kajian program yang bersangkutan," kata Fajar, menambahkan.
Dialog yang digelar di alun-alun itu, juga dihadiri Bupati Bojonegoro, Suyoto, Kepala Dinas Kominfo, Djumari, juga wartawan yang tergabung di dalam PWB dan masyarakat umum. (*)