Jakarta (ANTARA) - Dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Yorga Permana mengatakan, pekerjaan layak bagi masyarakat termasuk kelas menengah, menjadi penting dan mendesak untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 6-7 persen dan Indonesia Emas 2045.
“Secara agregat tentu kita bicara Indonesia naik kelas, pertumbuhan 6-7 persen, maka kuncinya adalah banyak orang yang bisa produktif dengan mendapatkan kerja yang layak,” kata Yorga dalam diskusi publik Kelas Menengah Turun Kelas di Jakarta, Senin.
Ia menuturkan, pekerjaan layak semakin mendesak untuk kelas menengah karena pekerjaan layak yang dapat membuat mereka stabil dan tidak turun kelas secara rentan ketika ada krisis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah turun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024.
“Mengapa kelas menengah turun? Artinya memang banyak pekerja yang asalnya dari kelas formal pindah ke informal atau banyak angkatan kerja baru yang masuk ke lapangan kerja langsung masuk ke informal karena tidak ada kerja layak di sektor formal,” ujarnya.
Melalui pekerjaan layak, orang bisa keluar dari kemiskinan, melakukan mobilitas sosial, naik kelas ke kelas menengah karena tidak bisa selamanya mengandalkan bansos, serta kriminalitas bisa terkendali.
“Pascapandemi banyak orang masuk ke sektor informal. Pada akhirnya PR (pekerjaan rumah) bagi semua pemerintahan adalah menciptakan kerja yang layak,” ujarnya.
Pada periode 2009-2014, ada 2,8 juta pekerjaan formal baru per tahun. Pertumbuhan secara agregat itu juga dicirikan dengan penurunan sektor informal.
Sementara pada 2014, lanjut Yorga, sudah mulai ada penurunan percepatan pertumbuhan pekerjaan formal, dan tren ekonomi gig atau fenomena ekonomi yang dicirikan oleh pekerjaan yang bersifat sementara dan fleksibel mulai muncul.
Periode 2014-2019, hanya ada dua juta pekerjaan formal baru per tahun.
“Jadi tetap ada pekerjaan baru, dua juta pekerjaan formal baru per tahun tapi juga self employment meningkat," katanya.
Jadi, tren gig economy mulai sejak 2014, ada driver ojol, online commerce di Tokopedia, dan lain sebagainya, sehingga bertumbuhnya paralel antara pekerjaan informal dan formal.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2024, penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 84,13 juta orang (59,17 persen), sedangkan yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 58,05 juta orang (40,83 persen).
“Self employment ini saya melihat ini cukup tinggi sekarang, dan sesuai karakteristiknya para pekerja self employment ini rentan, tidak ada income bulanan, tidak ada social security dan lain sebagainya tidak memenuhi kaidah kerja layak menurut kategori ILO (Organisasi Ketenagakerjaan Internasional),” tuturnya.