Pemkab Bojonegoro Jadi Saksi Uji Materi Migas
Selasa, 7 Februari 2012 20:36 WIB
Bojonegoro - emkab Bojonegoro hanya sebagai saksi fakta dalam pengajuan uji materi dana bagi hasil migas, karena gugatan sudah diajukan oleh Majelis Masyarakat Kalimantan Timur Bersatu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sidang gugatan sedang berlangsung di MK, Bojonegoro sudah sekali menjadi saksi fakta dalam persidangan uji materi dana bagi hasil migas, pada 12 Januari," kata Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan Pemkab Bojonegoro, Baktiono, Selasa.
Ia menjelaskan, pemkab, semula merencanakan mengajukan uji materi dana bagi hasil migas kepada MK. Hanya saja, gugatan itu, dibatalkan, karena Majelis Masyarakat Kalimantan Timur Bersatu, sudah terlebih dulu mengajukan uji materi dana bagi hasil migas ke MK.
Meski demikian, lanjutnya, pemkab tetap memberikan dukungan, dengan menjadi saksi fakta, bersama dengan daerah lainnya yang juga memiliki potensi migas.
"Yang jelas, kita belum tahu hasil gugatan itu, sebab sidang masih berlangsung dan kemungkinan Bojonegoro masih diminta menjadi saksi fakta lagi," paparnya.
Lebih lanjut dijelaskan, uji materi yang diajukan ke MK tersebut yakni, pasal 14 huruf e dan f, yang ada di dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang Bagi Hasil Migas. Dalam pasal itu disebutkan, dalam produksi minyak, Pemerintah Pusat 84,5 persen dan daerah penghasil 15,5 persen.
Sementara itu, lanjutnya, masih di dalam UU No. 33 tahun 2004 itu, dana bagi hasil gas, Pemerintah Pusat 69,5 persen dan daerah penghasil 30,5 persen. Di lain pihak, disampaikan pula, bagi hasil migas yang diatur di dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Hasil Migas di daerah Aceh dan Papua.
Di dalam ketentuan itu, pembagiannya Pemerintah Pusat 30 persen dan daerah penghasil 70 persen. "Di dalam pengajuan uji materi, Majelis Kalimantan Timur Bersama, tidak menyebutkan berapa yang dituntut dalam pembagian dana bagi hasil migas," katanya, mengungkapkan.
Di persidangan, Baktiono memberikan gambaran, dana bagi hasil migas yang diperoleh Bojonegoro, pada 2010, dengan produksi minyak siap jual 21 juta barel, memperoleh Rp164,2 miliar.
"Perolehan Bojonegoro itu berdasarkan ketentuan daerah penghasil memperoleh enam persen, dari 15,5 persen," katanya, mengungkapkan.
Ia menilai, perolehan Bojonegoro itu, jauh di bawah perolehan Pemerintah Pusat dari dana bagi hasil minyak, yang mencapai Rp2,3 triliun, pada 2010. "Celakanya, karena dana bagi hasil migas Bojonegoro meningkat, perolehan dana alokasi khusus (DAU) menurun," ujarnya.
Ia menyebutkan, perolehan DAU Bojonegoro, pada 2009, mencapai Rp596,4 miliar, dan turun menjadi Rp583 miliar, pada 2010, karena adanya peningkatan produksi minyak. "Di dalam ketentuan yang ada, kalau perolehan dana bagi hasil migas suatu daerah meningkat, perolehan DAU menurun," ucapnya. (*).