Jalur Undangan PTN Untungkan Siapa?
Minggu, 29 Januari 2012 22:29 WIB
Setiap pergantian tahun akademik di perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri (PTN) selalu terlihat hiruk pikuk panitia penerimaan mahasiswa baru, bahkan sudah mulai sibuk menyusun program dan strategi untuk menggaet calon mahasiswa melalui berbagai jalur penerimaan, salah satunya adalah jalur undangan.
Bahkan, genderang penerimaan mahasiswa baru melalui jalur undangan sudah mulai ditabuh awal Februari mendatang. Dan, peminatnya selalu berjubel mencapai puluhan ribu, bahkan tahun ini diperkirakan peminatnya akan naik. Sementara kuotanya sekitar 25 persen dari jumlah mahasiswa yang diterima secara keseluruhan.
Penerimaan mahasiswa baru di PTN melalui jalur undangan ini tanpa tes, sehingga tidak diketahui secara detail kualitas calon mahasiswa yang telah diterima melalui jalur undangan. Rektor Universitas Brawijaya (UB) Prof Dr Yogi Sugito sendiri mengakui jika kualitas mahasiswa jalur undangan tersebut belum bisa diuji, karena lebih banyak mengarah pada pemerataan, mulai dari Sabang hingga Merauke.
Secara ekonomi, mungkin jalur undangan tersebut akan memberikan kesempatan yang cukup luas bagi siswa-siswi berprestasi dan tidak memiliki kemampuan secara ekonomi, baik yang berasal dari sekolah-sekolah di perkotaan maupun di pinggiran, bahkan dari daerah terpencil sekalipun. Sebab, siswa-siswi berprestasi memiliki peluang yang sama untuk bisa menikmati bangku pendidikan tinggi (kuliah) dengan siswa lainnya yang lebih mampu.
Hanya saja, jalur undangan yang mencoba memberikan solusi bagi warga kurang mampu untuk meraih impiannya menikmati bangku kuliah di PTN tersebut, sedikit banyak akan berpengaruh juga pada kualitas PTN bersangkutan, sebab bisa saja rapor siswa yang diusulkan mengikuti SNMPTN jalur undangan ini di-"mark up", agar bisa lolos.
Padahal, kemampuan siswa bersangkutan sama sekali tidak mencerminkan kualitas yang sesungguhnya. Oleh karena itu, PTN yang membuka jalur undangan ini harus lebih selektif, lebih memperketat kriteria penilaiannya, agar yang diterima nantinya memang siswa-siswi yang benar-benar terseleksi dan bisa diukur kualitasnya secara riil.
Anehnya, mahasiswa baru yang diterima melalui jalur undangan tersebut bukan berarti bebas dari segala biaya. Mereka tetap dikenakan biaya sesuai jurusan yang mereka ambil dan biaya itu masih mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah. Padahal, tujuan dibukanya jalur undangan ini memberikan kesempatan bagi siswa berprestasi dan kurang mampu ini bisa menikmati bangku kuliah.
Karena masih tetap dikenakan biaya cukup tinggi, tidak sedikit calon mahasiswa baru yang sudah diterima melalui jalur undangan itu mengundurkan diri karena tidak mampu membayar biaya awal yang juga mencapai jutaan rupiah.
Contohnya, di Universitas Brawijaya (UB), tahun lalu jumlah pendaftar jalur undangan lebih dari 21.500 siswa dan yang diterima sebanyak 400 siswa lebih, namun dari 400 siswa yang diterima itu yang tidak mendaftar ulang (registrasi) mencapai 15 persen karena tidak mampu membayar biaya awal sebesar Rp1,8 juta.
Jadi, masih layakkah SNMPTN jalur undangan ini memberikan kesempatan bagi siswa tidak mampu untuk menikmati bangku kuliah di PTN jika mereka masih tetap dikenakan biaya tinggi, bahkan untuk meminta penundaan pembayaran dan keringanan saja harus melalui jalur birokrasi yang panjang. Itupun kalau dikabulkan, kalau tidak terpaksa mengundurkan diri.
Jika nilai siswa yang diterima melalui jalur undangan ini benar-benar mencerminkan kualitas dan kemampuannya, PTN akan mendapatkan mahasiswa yang benar-benar layak sesuai "grade" dan calon mahasiswa yang tidak mampu dan berprestasi itu juga bisa mewujudkan impiannya tanpa harus bersaing dengan puluhan ribu, bahkan ratusan ribu siswa yang mampu.(*)