Surabaya (ANTARA) - Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan menyebut judi online atau daring dapat meretas otak manusia dan bisa berujung kekacauan sosial.
Radius di Surabaya, Jumat, mengatakan pada era kecepatan informasi seperti hari ini otak manusia mudah diserang informasi dari iklan, media sosial, berita, hingga gosip.
"Otak manusia sangat mungkin bisa diretas, akibatnya adalah tipu daya, karena imaji mendapat uang dengan mudah dan menjadi kaya raya dengan cara yang instan," katanya.
Radius memberikan catatan bahwa judi online adalah salah satu dari banyak fenomena kejahatan di dunia siber.
Baca juga: Kodim Pamekasan periksa telepon seluler semua anggota TNI
"Judi online kini menjadi perhatian semua pihak. Tentu ini hal yang positif. Mulai ada kesadaran tentang kejahatan di dunia siber. Masyarakat kita hari ini menghadapi kerentanan. Dari dunia online, berbagai penyakit sosial bisa muncul. Salah satu yang nampak adalah berbagai konflik dan ketegangan dalam hubungan keluarga dan lingkungan sosial yang berakhir pada kematian," kata dia.
Menurutnya, di tengah arus kemajuan teknologi digital yang semakin masif, judi online akan masih sulit diberantas.
Peran influencer (pemengaruh) dalam memasarkan judi online sangat berbahaya bagi masyarakat. Hal tersebut mengingat artis atau influencer kerap dijadikan contoh oleh para pengikutnya.
"Tentu sangat membahayakan, karena apa yang mereka katakan berpotensi mempengaruhi pola perilaku pengikut. Bisa dikatakan influencer menjadi trendsetter bagi milenial dan generasi Z. Hal tersebut didukung situasi ekonomi masyarakat yang lemah dan labil. Jadi bisa dipastikan judi online jadi jalan keluar," ujar Radius.
Kasus judi online yang dilakukan oleh oknum polisi, lanjutnya, menjadi indikasi masyarakat hidup dalam kerentanan. Artinya tidak memandang itu polisi atau masyarakat sipil lainnya, kecanduan judi online bisa menyerang siapa saja.
Di tengah maraknya kasus judi online yang terjadi, kata dia, sudah seharusnya pemerintah dalam fungsinya tidak hanya sebagai pengawasan sosial (social control) tetapi juga aksi nyata dalam meningkatkan literasi digital agar masyarakat tidak mudah terperdaya dalam dunia digital yang berdampak pada kekacauan sosial.
Selain itu di tengah kondisi banjir informasi seperti sekarang, lanjutnya, masyarakat perlu berpikir reflektif. Artinya tidak lagi melihat dunia dari sisi permukaan saja.
"Masyarakat harus menyadari ada dampak besar yang ditimbulkan, seperti kehilangan produktivitas, terutama untuk kalangan usia muda, terjerat pinjaman online, perceraian, dan konflik rumah tangga yang meningkat," kata Radius.
Dosen UM Surabaya: Judi online meretas otak manusia
Jumat, 28 Juni 2024 16:59 WIB