Mayoritas Warga Trenggalek Terlambat Urus Akta Kelahiran
Kamis, 22 Desember 2011 20:36 WIB
Trenggalek - Sekitar 80 persen warga Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, hingga saat ini masih sering terlambat mengurus akta kelahiran anaknya, hingga jangka waktu setahun lebih.
"Dilihat dari jumlah orang yang mengurus akta, dalam setahun itu hanya ada 2.000 orang yang pengurusan aktanya tidak mengalami keterlambatan," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kabupaten Trenggalek, Sigit Agus Hari Basuki, Kamis.
Sehingga apabila dikomparasikan dengan angka kelahiran di Trenggalek yang mencapai 10 ribu per tahun, maka pengurusan akta kelahiran yang tidak mengalami keterlambatan hanya sekitar 20 persen.
"Sebetulnya kami berkali-kali melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang arti pentingnya mengurus akta kelahiran, namun hasilnya masih tetap minim," katanya.
Sesuai kebiasaan, masyarakat Trenggalek baru mengajukaan akta anaknya ketika yang bersangkutan akan masuk sekolah sekolah dasar (SD).
Sigit meminta masyarakat Trenggalek lebih aktif dalam mengurus akta kelahiran anaknya, karena pada tahun 2012 nanti apabila mengalami keterlambatan lebih dari satu tahun maka harus menjalani sidang di pengadilan negeri.
Aturan baru itu seperti tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 25 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Lebih lanjut Sigit menjelaskan, dalam perpres baru tersebut pengurusan akta kelahiran dibagi menjadi tiga macam, yakni usia satu hingga 60 hari, usia 61 hari sampai dengan satu tahun dan usia satu tahun ke atas.
"Untuk usia satu hingga 60 hari tidak dikenai biaya alias gratis, sedangkan usia 61 hari sampai satu tahun sudah masuk kategori terlambat, namun tidak perlu menjalani sidang di pengadilan, hanya saja harus mendapatkan rekomendasi kepala dinas kependudukan," ujar Sigit.
Sedangkan usia lebih dari satu tahun diwajibkan menjalani sidang di pengadilan negeri untuk mendapatkan rekomendasi dan kepastian bahwa anak yang yang bersangkutan adalah benar-benar anak kandung.
"Sesuai dengan hasil koordinasi kami dengan pihak pengadilan ternyata prosesnya seperti sidang-sidang biasa, yakni dengan menghadirkan saksi-saksi maupun bukti-bukti pendukung, sedangkan untuk biaya persidangannya sekitar Rp250 ribu" ucapnya.
Selanjutnya, apabila sudah mendapatkan putusan pengadilan negeri, pihak dinas kependudukan dan catatan sipil akan memproses untuk meendapatkan akta kelahiraan.
"Jadi yang berwenang mengeluarkan akta kelahiran tetap ada di dinas kependudukan dan cacatan sipil (dispendukcapil) sedangkan pengadilan negeri hanya mengeluarkan rekomendasi saja," kata mantan Kabag hukum Setda Trenggalek ini.
Menurutnya, penerapan perpres 23 tersebut seharusnya sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2011, namun Menteri Dalam Negeri meminta untuk ditunda dan dilaksanakan tahun 2012 mendatang. (*)