Surabaya (ANTARA) - Pertanyaan ini banyak berseliweran di lini maya. Ada banyak hujatan karena politik dinasti dan lain sebagainya. Tidak sedikit juga yang mendukung dengan berbagai argumentasinya, baik rasional maupun karena selera kesukaan personal.
Zaman terus bergerak, ada pepatah kuno tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri, marilah kita cermati kondisi perpolitikan dunia, dan munculnya berbagai anak muda mengambil alih tampuk kepemimpinan nasional melalui proses yang demokratis.
Perdana Mentri Finlandia Sanna Marin dilantik menjadi Perdana Mentri pada usia 33 tahun, Presiden El savador Nayib Bukelle dilantik jadi Presiden Ketika berusia 38 tahun dan banyak lagi pemimpin dunia yang berhasil memenangkan pemilu Ketika berusia di bawah 40 tahun termasuk Perdana Mentri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Sengaja saya mengambil contoh dari Negara Benua Biru (Eropa) karena masyarakatnya relatif lebih maju dibandingkan kita. Begitu juga negara Amerika Latin yang mungkin nasib demokrasinya sama dengan Negara Indonesia.
Lalu kenapa banyak pihak kemudian menjadi antipati ketika dalam rapat kerja Nasional, DPP Partai Golkar mengusung pasangan Prabowo-Gibran?. Meskipun Gibran lahir sebagai anak kandung Presiden Joko Widodo dia punya hak yang sama untuk berjuang memenangkan hati Masyarakat Indonesia dalam pemilu 2024 mendatang?.
Presiden Joko Widodo sendiri dalam Rakernas Projo menyatakan bahwa rakyatlah yang memiliki daulat dalam sistem demokrasi terbuka seperti saat ini, rakyatlah yang memiliki hak konstitusional di dalam tempat pemungutan suara (TPS) 14 Februari mendatang.
Makna pidato itu, kalau saya artikan dalam bahasa yang paling sederhana yakni, kalau ingin memenangkan hati masyarakat ya harus menyenangkan hati rakyat, baik melalui pertemuan langsung juga bisa dari ide mau dibawa kemana Indonesia 5 tahun mendatang.
Lalu apakah salah ketika Partai Golkar memberikan kesempatan kepada anak muda untuk menjadi pasangannya Prabowo Subianto untuk meneruskan estafet kepemimpinan Presiden Jokowi yang sudah berada pada jalan yang benar menuju Indonesia maju dalam rangka menyongsong Indonesia emas 2045?.
Kita saat ini mengalami bonus demografi yang bisa menjadi modal utama menyongsong Indonesia emas 2045 mendatang.Anak muda harus diberikan kesempatan untuk membantu mengelola Republik ini.
Di antara banyak anak muda yang menjadi nahkoda pemerintahan daerah, Gibran Rakabuming Raka ini adalah role modele kepemimpinan anak muda yang mengelola jalannya pemerintahan dengan gaya anak muda.
Lihatlah ketika Gibran sebagai Wali Kota Solo mampu menjawab problematika masyarakat Solo, cukup dengan menggunakan perangkat media sosial yang menjadi jembatan komunikasi persoalan yang dihadapi masyarakat. Jadi ada interaksi langsung dengan masyarakat yang mengeluhkan berbagai persoalan di lapangan yang muncul.
Salah satu contoh ketika netizen mengeluh tentang parkir liar di masjid Solo, Gibran langsung gerak cepat menertibkan, banyak sekali pemimpin muda yang ketika menjabat menjadikan media sosial hanya sebatas ruang pencitraan, namun tidak ada komunikasi dua arah.
Inilah yang saya maksud anak muda dengan kepemimpinan anak muda, tidak birokratis, trengginas dan tidak prosedural, birokrasi melayani itu kebutuhan rakyat hari ini. Belum lagi komunikasi politik yang begitu luwes, Gibran mendatangi orang yang sedang melakukan aksi unjuk rasa di kantornya. Gibran mencoba membangun hal yang dialogis dengan peserta aksi.
Ada yang memberikan stempel anak ingusan, belum dewasa secara politik, mari kita lihat secara objektif, yang disebut anak ingusan belum dewasa secara politik ini tidak pernah sekalipun terpancing amarahnya ketika bapaknya yang sedang bekerja untuk bangsa dan negara dihina sebagai pribadi yang plonga-plongo, anti Islam dan lain sebagainya.
Belum tentu kita yang dilabeli stigma seperti itu memiliki kesabaran sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gibran. Makanya kita semua harus adil sejak dalam pikiran, karena orang terpelajar itu adil sejak dalam pikiran.
Jadi marilah kita hentikan narasi kebencian dalam helatan pemilu 2024. Mari kita isi dengan narasi tentang Indonesia kedepan seperti apa. Mau dibawa kemana kapal besar yang bernama Indonesia ini di tengah percaturan geopolitik global yang tidak menentu.
Ingat ada banyak Negara yang tidak suka dengan program hilirasasi yang digalakkan oleh Presiden Jokowi dalam rangka mendorong Indonesia menjadi Negara maju. Jangan sampai kita lengah terhadap potensi infiltrasi gerakan negara lain yang ingin melihat kita gagal menjadi negara maju dengan memecah belah anak bangsa melalui distrupsi informasi di era digital seperti saat ini.
Soal migrasi politik kader partai ke partai lain nanti kita kupas dalam tulisan berikutnya. Mari sambut pesta demokrasi dengan riang gembira, rakyat yang menentukan. Kita semua memiliki kewajiban moral untuk terus mendorong demokrasi partisipatif, bukan demokrasi mobilisatif agar kualitas demokrasi kita terus mengalami peningkatan di masa yang akan datang.
*Penulis adalah Ketua DPD Partai Golkar Surabaya sekaligus Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni
Kenapa harus Gibran?
Oleh Arif Fathoni* Minggu, 22 Oktober 2023 16:34 WIB