Surabaya (ANTARA) - Pemerintah tampaknya perlu melakukan langkah-langkah antisipatif yang lebih serius untuk menangani inflasi, mengingat tingkat inflasi di dunia belakangan ini cukup tinggi. Bahkan, sejumlah negara pernah mengalami hiperinflasi hingga mengganggu perekonomiannya dan memberikan efek domino (domino effect).
Dengan pengendalian inflasi yang baik diharapkan mampu memitigasi dampak negatif dari dinamika perekonomian nasional maupun global.
Inflasi, menurut definisi Bank Indonesia, adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.
Oleh karena itu, Kinerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang ada di tiap-tiap kabupaten/kota di Indonesia perlu ditunjang dengan kemampuan yang baik dan solid. Dengan demikian, sinergi dan koordinasi dalam penanganan inflasi bisa efektif dan maksimal.
Apalagi, saat ini ada potensi terjadinya lonjakan inflasi dampak El Nino yang menyebabkan kekeringan di berbagai daerah. Gagal panen di berbagai tempat akan dapat mengganggu stok pangan.
Untuk itu, kesiapan TPID menjadi kunci kesuksesan dalam mengendalikan inflasi. Masing-masing instansi dengan tugas pokok dan fungsinya harus saling bekerja sama melakukan sinergi dan kolaborasi dalam memberikan informasi potensi-potensi yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian.
Tugas TPID sendiri adalah melakukan pengumpulan data dan informasi perkembangan harga barang kebutuhan pokok dan penting serta jasa pada tingkat kabupaten/kota. Selain itu, menyusun kebijakan pengendalian inflasi pada tingkat kabupaten/kota dengan memperhatikan kebijakan pengendalian inflasi nasional dan provinsi.
Tugas lainnya, melakukan upaya untuk memperkuat sistem logistik pada tingkat kabupaten/kota serta melakukan koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan TPID Provinsi serta melakukan langkah-langkah lainnya dalam rangka penyelesaian hambatan dan permasalahan pengendalian inflasi pada tingkat kabupaten/kota.
Baca juga: Jokowi minta kepala daerah tak terima data "Asal Bapak Senang"
Waspadai Inflasi
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, pada Agustus 2023 terjadi inflasi 3,27 persen year on year (y-on-y) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115,22. Inflasi tertinggi terjadi di Manokwari sebesar 6,40 persen dengan IHK sebesar 122,04 dan terendah terjadi di Jambi sebesar 1,92 persen dengan IHK sebesar 116,37.
Sedangkan tingkat inflasi secara global atau inflasi tertinggi di dunia per Agustus 2023 adalah negara Venezuela sebesar 398 persen, kemudian disusul Lebanon sebesar 252 persen, Syria 139 persen, Argentina 124 persen dan Zimbabwe 77,2 persen.
Untuk skala ASEAN, Indonesia berada di urutan ke-6 dari 11 negara. Sedangkan negara G20, angka inflasi Indonesia berada pada peringkat 18 dari 24 negara. Indonesia berada di angka inflasi 3,27 persen, peringkat ke-131 dari 186 negara di dunia.
Meskipun angka inflasi di Indonesia cukup baik, namun TPID di setiap daerah diminta tetap waspada dan terus menekankan laju inflasi. Hal itu sesuai dengan yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat koordinasi (rakor) pengendali inflasi, Senin, 25 September 2023.
Jika dilihat dalam beberapa minggu ini ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan, terutama adalah beras. Seperti halnya pada Agustus 2023 beras memberikan andil inflasi terbesar yaitu 0,05 persen. Secara akumulatif hingga Agustus 2023, beras mengalami inflasi sebesar 7,99 persen (Agustus y-to-d).
Artinya, beras menjadi salah satu komoditas yang masih menyumbangkan kenaikan indeks perkembangan harga (IPH) pada minggu ketiga di bulan September ini, kemudian disusul oleh gula pasir. Berdasarkan data BPS, terjadi kenaikan harga beras di 284 kabupaten/kota di Indonesia dan kenaikan harga gula pasir di 236 kabupaten/kota.
Tekan Inflasi
Sejumlah upaya telah dilakukan di tiap-tiap daerah di Indonesia untuk menekan laju inflasi. Salah satunya yang dilakukan TPID Surabaya yang berhasil menekan laju inflasi Surabaya pada Agustus 2023.
Upaya yang dilakukan TPID tersebut adalah dengan menggelar operasi pasar, penyederhanaan rantai distribusi, hingga subsidi transportasi pada barang kebutuhan pokok (bapok). Uapaya tersebut merupakan salah satu jurus dari sekian jurus yang dilakukan oleh TPID Kota Surabaya dalam menekan laju inflasi.
Berdasarkan data BPS per Agustus 2023, di Kota Surabaya terjadi inflasi sebesar 0,14 persen month to month (m-to-m) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 116,76. Angka ini sudah menurun dibandingkan bulan Juli 2023 yang masih sebesar 0,15 persen.
Sedangkan inflasi secara year on year (y-on-y) sebesar 4,33 persen dengan IHK sebesar 116,76. Angka ini juga sudah menurun, karena pada bulan Juli 2023 masih sebesar 4,46 persen dengan IHK sebesar 116,6.
Inflasi Surabaya terkendali dan cenderung turun karena kenaikan harga komoditas yang mengalami inflasi tidak terlalu signifikan dibanding komoditas yang mengalami penurunan harga.
Komoditas bapok yang meningkat harganya masih dapat dikontrol melalui operasi pasar dan penyederhanaan rantai distribusi yang diikuti dengan pemantauan dan pengawasan harga di pasar secara rutin.
Komoditas yang menjadi penyumbang utama terjadinya inflasi di seluruh kabupaten/kota berdasarkan IHK di Provinsi Jawa Timur adalah beras. Namun, harga beras di Kota Surabaya masih berada di bawah HET (Harga Eceran Tertinggi) dibandingkan di daerah lain.
Sekarang ini harga dasar dari Bulog sudah naik, sehingga tidak mungkin tidak naik harganya di sejumlah daerah. Untuk di Surabaya, tetap menjaga harganya itu karena Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mensubsidi ongkos transportasinya. Sehingga harga dari Bulog tidak berubah sampai di tempat pedagang, sehingga jika naik tidak terlalu tinggi.
TPID Surabaya juga bekerja sama dengan daerah-daerah lain untuk memenuhi sejumlah kebutuhan pokok di Surabaya. Meskipun sudah menjalin kerja sama, tidak mungkin Surabaya mensubsidi pupuknya, karena memang tidak diperbolehkan. Namun, yang bisa disubsidi adalah ongkos transportasinya, sehingga harganya tidak terlalu tinggi ketika dijual oleh pedagang.
Langkah lainnya, Pemkot Surabaya melakukan pemenuhan suplai komoditas barang kebutuhan pokok langsung dari kelompok tani kepada para pedagang pasar. Melalui cara ini, harga komoditasnya lebih terjangkau dan pergerakan harga tetap terkendali.
Selanjutnya, pelibatan Bulog tetap diprioritaskan dalam operasi pasar agar harga beras tetap stabil. Kolaborasi dan konsolidasi dengan berbagai stakeholder juga tetap dilakukan agar laju inflasi dapat dikendalikan dengan baik.
Strategi 4K
Dalam upaya mengendalikan inflasi, TPID Surabaya menggunakan strategi 4K, yakni menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif.
Guna menjaga keterjangkauan harga, Pemkot Surabaya telah menggelar Operasi Pasar, Pasar Murah dan juga Gerakan Pangan Murah. Bahkan, pada bulan September ini, pemkot setempat melakukan operasi pasar dengan mendistribusikan sebanyak 52 ton beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan per minggu ke pasar-pasar utama di Surabaya. Ada pula distribusi minyak goreng merek Minyakita sebanyak 114 ribu liter selama September.
SPHP adalah program yang diluncurkan pemerintah sebagai bentuk lain operasi pasar (OP) yang sebelumnya dilakukan untuk mengintervensi pasar. SPHP menggunakan beras cadangan pemerintah di gudang Perum Bulog, dijual dalam kemasan, bukan lagi curah.
Untuk kegiatan pasar murah, TPID Surabaya menggelar rutin di empat lokasi di setiap minggunya dengan menyediakan komoditas beras, gula, minyak goreng, telur, daging ayam serta produk makanan olahan lainnya dengan menjual harga yang lebih murah dibandingkan harga pasaran.
Rencana ke depan, Gerakan Pangan Murah digelar sebulan sekali di beberapa lokasi sekaligus. Pasar Murah dan Gerakan Pangan Murah ini akan digabung supaya lebih luas jangkauannya.
Terhadap upaya tersebut, TPID setempat juga melakukan pemantauan harga ke pasar-pasar di Surabaya. Ada monitoring dan evaluasi perkembangan harga yang terus dilakukan.
Terkait ketersediaan pasokan, TPID Surabaya rutin melakukan pemantauan ketersediaan barang kebutuhan pokok melalui aplikasi dan ditindaklanjuti juga dengan survei ke pasar-pasar di Surabaya.
Guna menunjang pengendalian inflasi Pemkot Surabaya juga menggalakkan gerakan menanam di lahan asetnya, di pekarangan warga, lahan petani konvensional, dan lahan petani pembudi daya /petani perkotaan. Pemkot berkoordinasi pula dengan sejumlah daerah penghasil komoditas strategis di Jawa Timur.
Sedangkan untuk mendukung kelancaran distribusi, Pemkot Surabaya yang melibatkan jajaran TPID melakukan penyederhanaan rantai distribusi hingga mensubsidi transportasi penyaluran barang kebutuhan pokok.
Upaya tersebut ditunjang dengan cara komunikasi yang efektif. Pemkot Surabaya bersama tim rutin melakukan rapat koordinasi dan evaluasi untuk mengendalikan inflasi, sehingga jika ditemukan sedikit kenaikan harga, pemkot langsung melakukan langkah-langkah konkret hasil dari rapat koordinasi dan evaluasi itu.
Melalui berbagai cara itu, harga bahan pokok di Surabaya hingga saat ini dalam kondisi stabil dan tidak terjadi fluktuasi yang tajam. Stok ketersediaan bahan pangan di Surabaya, utamanya beras, dalam kondisi aman dan terkendali. TPID Surabaya telah menunjukkan upaya yang serius guna menjaga stabilnya harga kebutuhan masyarakat sehingga laju inflasi di daerah mampu ditekan.
Menguatkan kinerja TPID untuk kendalikan inflasi di Surabaya
Selasa, 26 September 2023 9:07 WIB