Surabaya (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr. Falih Suaedi mengatakan kebijakan mengenai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) part time yang dibentuk DPR cukup efektif untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer di Indonesia.
"Namun kebijakan PPPK Part Time harus ada tinjauan lebih lanjut sebelum diresmikan pada 28 November nantinya," kata Falih Suaedi, dosen pengajar administrasi negara pada Universitas Airlangga, di Surabaya, Senin.
Dia mengatakan pendalaman tinjauan yakni pada proses perekrutan PPPK perlu adanya ketegasan agar tidak terjadi oknum-oknum nakal dan dapat menghapus adanya tindak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Baca juga: Menteri Anas pastikan tak ada penghapusan tenaga honorer
"Hal ini perlu tinjauan lebih yang mendalam dan mempertegas atas kebijakan yang telah ditetapkan agar kebijakan yang telah dirancang berjalan dengan baik dan tepat pada sasaran," tutur dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair tersebut.
Dia menyebut kebijakan tersebut telah diterapkan pada negara maju, contohnya Australia yang merupakan salah satu negara yang telah menerapkan sistem pegawai dengan perjanjian kerja terlebih dahulu.
Suaedi menyarankan bahwa untuk memaksimalkan kebijakan tersebut perlu adanya pengklasteran untuk memeratakan tingkatan pada pegawai.
"Sistem pengklasteran ini menggunakan pengombinasian kinerja atau kompetensi dari seorang pegawai, melihat seberapa lama ia mengabdi. Dengan ini, kebijakan yang telah dirancang oleh pemerintah akan tepat sasaran," ujarnya.
Sebelumnya, kebijakan PPPK part time dibentuk oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang akan diresmikan pada tanggal 28 November mendatang.