Surabaya (ANTARA) - Kantor Layanan Hukum Universitas Surabaya (KLH Ubaya) meminta polisi agar menjerat pelaku pembunuh Angeline Nathania (mahasiswi yang menjadi korban pembunuhan dalam koper) dengan pasal pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP.
Kuasa hukum dari KLH Ubaya Salawati kepada wartawan di Surabaya, Jumat mengatakan hal itu karena pada proses rekonstruksi perkara serta fakta yang terungkap, menunjukkan jelas motif penguasaan mobil korban, memperkuat unsur perencanaan pembunuhan sesuai Pasal 340 KUHP.
"Kemudian keterangan tersangka yang berubah-ubah terkait tempat dan modus pembunuhan juga. Kami dan keluarga korban menegaskan bahwa tersangka juga terlibat dalam dugaan tindak pidana penadahan, sehingga perlu ada penerapan Pasal 480 KUHP," ujarnya.
Ayah mendiang Angelina Nathania, Bambang mengaku kecewa karena kasus pembunuhan itu hingga tiga bulan ini (sejak 6 Juni 2023), masih berstatus P19 (berkas pelimpahan tahap I) dikembalikan oleh Kejari Surabaya ke polisi.
"Kami harap saksi, hasil autopsi, dan khususnya ahli forensik terkait penyebab kematian korban, untuk memperjelas hasil autopsi terhadap korban Angeline Nathania, karena banyak yang tidak diungkap saat penyidikan," kata Bambang.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya menyatakan berkas penyidikan kasus Angeline belum lengkap atau P-19. Artinya, berkas perkara tindak pidana ini masih ada kekurangan, sehingga berkas harus diperbaiki kembali oleh penyidik Polrestabes Surabaya.
Padahal, kata Bambang, anaknya menjadi korban pembunuhan sudah terbukti sangat kuat. Hal ini diketahui berdasarkan hasil autopsi, yang di antaranya menunjukkan serangkaian luka memar, hingga luka hasil kekerasan seksual.
"Setelah hasil autopsi yang saya tahu dari JPU, menerangkan, Angel meninggal mengalami kekerasan fisik terlebih dulu. (Angel) mengalami pendarahan di otak, memar di wajah, dada, dan perut, dia juga mengalami kekerasan seksual bagian organ vital, robek beberapa sentimeter," ujarnya.
Bambang mengaku keluarganya masih terpukul tak hanya karena kepergian Angeline, juga proses hukum kasus yang hingga kini belum tuntas. Terlebih hasil autopsi tersebut membuktikan kalau Angeline mendapat serangkaian kekerasan fisik hingga seksual, yang dilakukan tersangka Rochmad Bagus Apryatna alias Roy, yang juga guru les musik SMA korban.
"Kami pihak keluarga merasa ada berat sebelah, keterangan dikorek dari pelaku tapi keluarga tidak diberi kesempatan menyangkal hal itu (keterangan pelaku). Rekonstruksi juga tertutup, tidak ada media meliput," ungkapnya.
Bambang menduga kuat pembunuhan putri-nya tidak dilakukan oleh tersangka Roy seorang diri. Sebab, dalam rekonstruksi yang dilakukan tertutup pada tanggal 5 dan 6 Juli 2023, ditemukan fakta bahwa Angelina dibunuh di sebuah bilik di dalam rumah tersangka.
"Ruangan hanya dibatasi partisi dan bukan tembok, saya rasa aneh bila ada sesuatu di ruangan tersebut, tapi yang lainnya tidak tahu. Anak kami Angeline adalah anak yang kuat, dia pasti akan melawan jika disakiti. Saya rasa mustahil bila tidak ada yang membantu tersangka," ujarnya.
"Kami keluarga berharap berkas kasus ini segera lengkap atau P-21 dan kasus bisa lanjut ke tahap persidangan. Pihak keluarga juga ingin benar-benar polisi iba, dan membantu penuh demi keadilan korban ini,” tambahnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Surabaya Putu Arya Wibisana, membenarkan mengembalikan berkas kasus pembunuhan mahasiswi Ubaya berinisial AN. Pengembalian ini lantaran ada berkas yang perlu dilengkapi oleh penyidik Polrestabes Surabaya.
"Masih P-19 berkas-nya, jadi berkas-nya kami kembalikan ke Polrestabes Surabaya untuk dilengkapi kembali," ujarnya.
Putu meminta penyidik untuk melengkapi-nya dengan beberapa petunjuk yang sudah dilampirkan. "Masih ada kekurangan syarat formil dan materiil dalam berkas perkara dengan JPU mengirim petunjuk kepada penyidik untuk dilengkapi," tuturnya.