Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akhirnya menonaktifkan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kartika Indrayana, setelah Polda Jatim menetapkan Kartika sebagai tersangka atas kasus pemutakhiran data kependudukan 2010. "Insy-Allah, saya sudah minta (Badan Kepegawaian dan Diklat/BKD Surabaya) membuat pemberhentian sementara," kata Risma singkat usai menemui perwakilan suporter Persebaya "Bonekmania" di Balai Kota Surabaya, Kamis. Sementara itu, Kepala BKD Surabaya Yayuk Eko Agustin, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya belum mengetahui soal perintah wali kota agar penonaktifan Kartika segera diproses. "Saya gak bisa komentar, nanti saya akan 'matur' (bilang) ke Bu Risma soal itu," ujarnya. Sebelumnya, Yayuk tidak mau berbicara banyak terkait masalah ini dengan alasan menghormati azas praduga tidak bersalah. Saat ditanya apakah dengan penetapan sebagai tersangka, Kartika akan dinonaktifkan, Yayuk tetap tidak mau berkomentar banyak. "Kami menunggu persidangan sampai ada keputusan yang tetap. Maaf, saya tidak bisa berkomentar banyak. Masalah kebijakan ada di wali kota," ucapnya. Yang jelas, lanjut dia, jika telah dilakukan penahanan maka akan ada pemberhentian jabatan sementara. Diketahui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim pada Rabu (28/9) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pemutakhiran data kependudukan tahun 2010 senilai Rp3,5 miliar di Dispendukcapil Surabaya. Ketiga tersangka tersebut adalah Kartika Indrayana (KN), Sekretaris/Kasi Pengembangan Dan Pengendalian Kependudukan, Rudi Hermawan (RH); dan staf Bagian Keuangan/Pemegang Uang Muka, Tien Novita (TN). Rencananya, Polda Jatim akan memeriksa ketiga tersangka pada pekan depan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sedangkan terkait rencana penahanan ketiga tersangka, Ditreskrimsus menyatakan masih menunggu hasil perkembangan pemeriksaan. Kasus yang menyeret Kartika dimulai ketika ada data pemotongan honor yang dilakukan pada bawahannya serta pegawai di tingkat kecamatan. Tak tanggung-tanggung, pemotongan itu memakai uang APBN senilai Rp2.683.148.035, ditambah lagi APBD Surabaya Rp870.895.904. Dari petunjuk operasional tiap tahap pendistribusian formulir dan "entri" data dan verifikasi data pemutakhiran tiap kecamatan. Tapi dalam praktiknya diberlakukan sistem perhitungan kerja borongan (target kerja). Parahnya dalam tahap entri data dan verifikasi juga tidak memakai hitungan per lembar, tapi pola borongan. Dengan demikian, semua tahap yang dilakukan Kartika tak memakai prosedur yang ada, tapi dengan pola borongan. Kondisi itu, memudahkan dirinya untuk melakukan pemotongan honor pada petugas pendistribusi formulir mulai dari pegawai di Dispendukcapil, Kecamatan, sampai RT-RW. Ada juga peluang memotong honor petugas entri data dan verifikasi. Pada Pelaksanaan kegiatan entri maupun verifikasi harusnya dilakukan pihak yang memiliki kompetensi IT, tapi Kartika memberikannya kepada siswa SMK dengan model borongan.
Berita Terkait
Dewas ANTARA harap kinerja Biro Jatim terus tumbuh
17 Desember 2025 19:30
Konjen RRT-ANTARA Jatim masifkan penyebaran informasi positif dua negara
16 Desember 2025 19:45
DPR nilai pemberitaan ANTARA masih menjadi tolok ukur
16 Desember 2025 19:02
Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim: ANTARA miliki karakter yang berbeda
16 Desember 2025 18:16
Kadis Kominfo Jatim apresiasi peran ANTARA jaga kualitas informasi
16 Desember 2025 17:02
Wagub Jatim: ANTARA berkontribusi cerdaskan masyarakat
16 Desember 2025 15:35
Kepala Biro ANTARA Jatim perkuat soliditas tingkatkan kinerja songsong 2026
15 Desember 2025 20:23
88 Tahun ANTARA dan saksi sejarah heroisme di Jatim
12 Desember 2025 19:22
