Ketika Orang Malaysia Terpincut Bahasa Madura
Selasa, 27 September 2011 18:57 WIB
Oleh Masuki M Astro
Tidak tampak kebanggaan berlebihan pada diri Ayu Kusuma atas "keberhasilannya" mempengaruhi perilaku orang lain di luar negeri. Ceritanya terkesan datar meskipun sebetulnya ia tak bisa menutupi kebanggaannya itu.
Ayu bersama lima teman lainnya, siswa kelas III SMKN 2 Bondowoso, telah berhasil memperkenalkan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yakni bahasa serta logat Madura.
Ayu Kusuma dan Giovani VD adalah dua dari enam siswa jurusan tata boga sekolah rintisan bertaraf internasional itu yang baru selesai mengikuti program magang selama enam bulan di sebuah restoran di kawasan Pahang, Malaysia.
"Kalau siswa lainnya pulang dari magang, logatnya sudah seperti orang Malaysia. Tapi Ayu dan kawan-kawan, kok, tetap dengan logat Madura, ternyata anak-anak ini justru yang mempengaruhi mereka," kata Dyah Rembulan Sari, pembina OSIS SMKN 2 Bondowoso, tertawa saat memperkenalkan kedua siswanya itu.
Ayu, siswa berjilbab ini mengemukakan bahwa teman-teman barunya yang merupakan karyawan di restoran itu jusTru tertarik Bahasa Madura yang merupakan bahasa sehari-hari dari anak-anak magang itu.
"Mereka umumnya sangat tertarik ketika kami bilang 'bah' yang di televisi biasanya diplesetkan menjadi 'bo abbo'," katanya tersenyum.
Kata "bah" atau "bah abbah" yang dibaca menjadi "beh" atau "beh ebbeh", kalau diartikan secara bebas kira-kira sama dengan "lho" untuk menunjukkan keheranan.
Kata itu misalnya dapat dipakai pada kalimat, "lho (bah), kok begitu".
Kata-kata lain yang cukup pendek dan saat ini masih sering dipakai warga Malaysia di restoran itu adalah, "apah ca'en?" yang berarti "apa, katanya?" atau lebih tepat diartikan "apa sih?"
"Kata-kata itu sudah biasa digunakan oleh karyawan di restoran. Ada lagi kata 'arapah ba'en'? yang artinya kenapa kamu?," kata Ayu yang diiyakan oleh Giovani.
Menurut Giovani, awalnya orang Malaysia tersebut bertanya-tanya bahasa apa yang digunakan oleh para siswa tersebut. Mendengar logat Madura yang khas, warga negeri jiran tersebut tertarik untuk belajar dan menggunakannya.
"Sampai sekarang, kami masih sering berkomunikasi dengan teman-teman Malaysia itu, baik lewat facebook maupun SMS, dan tidak lupa juga menyelipkan bahasa Madura. Misalnya 'da'rammah kabarah?', atau bagaimana kabarnya?" kata Ayu.
Logat asli
Sementara Wakil Kepala bidang Humas SMKN 2 Bondowoso Sri Wahyuningsih mengatakan, dirinya seringkali mengingatkan anak-anak didiknya yang baru pulang magang dari Malaysia karena gemar berlogat Melayu.
"Saya bilang, kalian ini sudah di Indonesia tetapi Ayu dan kawan-kawan ini saya perhatikan tetap dengan logat aslinya," katanya.
Selain dalam hal bahasa, Ayu, Giovani dan siswa lainnya yang lahir dan besar dalam budaya "pendalungan" atau campuran Madura dengan Jawa ini juga "berhasil" menularkan cara atau pola makan.
Teman-temannya yang orang Malaysia awalnya juga menganggap aneh dengan cara makan anak-anak Bondowoso itu.
Orang Malaysia menganggap aneh karena nasi dimakan bersama dengan mi sebagai lauk.
"Mungkin karena bahan dasarnya sama-sama beras, mereka menganggap aneh. Tapi setelah mereka mencoba makan nasi dengan mi, akhirnya ketagihan juga. Mereka bilang, enak juga," katanya.
Ayu dan Giovani sepakat bahwa magang ke negeri orang sangat banyak manfaatnya, baik sebagai pribadi maupun untuk pengembangan keterampilannya di bidang memasak.
"Yang jelas, kami belajar mandiri, karena semua ditangani sendiri, padahal selama ini kami kan berkumpul dengan orang tua. Kalau soal masakan, orang Malaysia suka bumbu pedas campur masam, sedangkan orang Jawa kan pedas sama manis," kata Ayu.
Menurut dia, di Malaysia tidak ditemukan cobek dan ulekan untuk menghaluskan bumbu. Mereka sudah biasa menggunakan alat blender.
"Mungkin kita bisa ekspor cobek dan ulekan ke Malaysia ya? Tapi jangan sampai cara membuatnya dikasih tahu ke orang Malaysia," kata Dyah Rembulan Sari, menimpali sambil tertawa.
Sementara Kepala SMKN 2 Bondowoso Lanang Lanang Suprihadi mengatakan bahwa sekolahnya telah menjalin kerja sama dengan restoran dan hotel di Malaysia untuk kepentingan para siswa magang sejak 2007.
Ia menjelaskan bahwa magang tersebut sangat membantu para siswa mengembangkan pengetahuan dan wawasannya sesuai jurusan masing-masing.
"Kebetulan yang rutin magang ke luar negeri jurusan tata boga. Anak-anak magang di restoran dan hotel di wilayah Genting Island dan sebagian lagi di Kuala Lumpur," katanya.
Menurut dia, sebagai sekolah dengan rintisan bertaraf internasional, SMKN 2 Bondowoso memang berupaya menjalin mitra agar siswanya memiliki pengalaman berinteraski serta belajar ke negara lain.
Selain menguntungkan para siswa karena memiliki pengalaman di negara lain, program ini juga dinilai positif oleh mitranya di Malaysia sehingga setiap tahun mereka selalu meminta dikirimi siswa magang.
Sri Wahyuningsih menambahkan bahwa dengan memiliki pengalaman magang di luar negeri maka diharapkan peluang kerja bagi mereka semakin terbuka luas setelah lulus dari sekolah.
Ia mengakui bahwa untuk jurusan akomodasi dan perhotelan dan tata boga di sekolah yang dulu bernama SMKK tersebut kini semakin banyak peminatnya.
"Masyarakat semakin tahu bahwa prospek kedua jurusan di sekolah ini sangat bagus. Bahkan untuk jurusan akomodasi perhotelan, dari semester awal anak-anak sudah biasa diminta praktik oleh manajemen hotel di Jember dan Bondowoso," ujarnya. (*)