Tulungagung (ANTARA) - Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Tulungagung, Jawa Timur, menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu oleh seorang wanita yang menyaru sebagai pembesuk napi.
"Upaya penyelundupan ini berhasil kami gagalkan setelah petugas mencurigai barang bawaan pembesuk," kata Kepala LP Kelas IIB Tulungagung R. Budiman Priyatna Kusuma di Tulungagung, Jumat.
Kasus itu terungkap pada Kamis (25/5) siang saat jam besuk napi dan tahanan di dalam LP, katanya.
Pengungkapan ini diawali dengan kecurigaan petugas terhadap bawaan pembesuk berinisial WRS (21) yang datang sendirian sekitar pukul 13.40 WIB.
"Saat barang bawaan diperiksa, petugas mendapati ada satu barang bawaan milik Saudari WRS ini yang seperti bekas dilem," tutur Budiman.
Benda mencurigakan itu berupa sikat cuci baju berbahan kayu yang dibawa sepaket dengan berbagai kebutuhan dasar napi selama di dalam LP, mulai sabun cuci, sikat, pasta gigi, dan beberapa benda lain termasuk pakaian.
Pengakuan WRS, barang bawaan itu akan diberikan kepada warga binaan kasus narkoba berinisial Y (22).
Barang itu berupa sabun cuci, sabun mandi, pasta gigi, dan sikat cuci.
Saat memeriksa sikat cuci, petugas menemukan kayu bagian atas seperti direkatkan kembali dengan lem.
"Lalu kita bongkar, ternyata betul dugaan kami ada upaya penyelundupan narkoba yang dibawa WRS untuk warga binaan berinisial Y," kata Budiman.
Di dalam sikat cuci itu, katanya, petugas menemukan narkotika jenis sabu seberat 21,38 gram yang dikemas dalam 15 klip kecil dan satu klip agak besar.
Mendapati temuan itu, tambahnya, LP Tulungagung kemudian berkoordinasi dengan Polres Tulungagung untuk melakukan pendalaman.
Bersama petugas kepolisian, ujar dia, LP segera mengamankan Y dan WRS untuk menjalani proses hukum di Polres Tulungagung.
WRS kepada petugas mengaku sudah tiga kali mengantarkan barang ke dalam lapas.
Dari pengantaran itu, ia mendapat upah dari seseorang yang mengaku sebagai adik Y.
Setiap ada pengiriman, WRS diminta menemui adik Y di Pasar Senggol Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru.
"Yang pertama Rp500 ribu, Rp250 ribu, dan terakhir Rp150 ribu," tutur WRS.
Wanita berhijab itu mengatakan pengantaran yang pertama dan kedua berjalan lancar. Pengantaran ketiga ini berhasil digagalkan petugas.
Warga Desa Doroampel, Kecamatan Sumbergempol itu mengaku nekat menerima pekerjaan tersebut terhimpit ekonomi karena suaminya merantau ke Kalimantan dan belum mengirimkan uang untuk dirinya dan anaknya berusia lima tahun.