Jumlah Petani Tembakau Turun Akibat Anomali Cuaca
Rabu, 13 Juli 2011 20:02 WIB
Pacitan - Jumlah petani tembakau di wilayah Kabupaten Pacitan diperkirakan akan terus berkurang seiring anomali cuaca yang terus terjadi sejak tahun lalu.
"Tahun kemarin masih ada 30 orang di kelompok kami yang menanam tembakau, kini yang tanam tinggal separuhnya saja," ujar Ketua Kelompok Tani Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Sudjatno, Rabu.
Para petani memutuskan untuk tidak menanam bahan baku rokok itu karena pertimbangan takut kembali merugi. Sebab, akibat anomali cuaca yang terjadi sepanjang tahun lalu, tanaman mereka sebagian besar gagal panen.
Informasinya, hanya sepertiga dari mereka yang berhasil memanen tembakau, itupun tidak semua bisa mengambil untung. Bagaimana tidak, dari 30 petani di Kelompok Tani Desa Sekar, hanya sepuluh orang di antaranya yang bertahan hingga panen.
Namun bagi petani yang panen hasilnya juga kurang maksimal. Jika dihitung rata-rata pendapatan mereka hanya berkisar diangka Rp300 ribu sampai Rp2 juta.
Padahal, mereka sudah mengeluarkan ongkos produksi yang tidak sedikit. "Perorang diperkirakan rugi hingga Rp2 juta. Sebagian besar untuk membayar ongkos tenaga kerja dan pupuk," ungkap Sudjatno.
Sudjatno mengatakan, dalam kondisi normal, setiap hektare tembakau yang ditanam mampu menghasilkan panen dengan omset minimal hingga Rp10 juta.
Namun, hasil itu juga masih tergantung keseriusan para petani sendiri, misalnya ketelatenan petani bersangkutan dalam merawat tanaman dan lain sebagainya.
Petani yang telah puluhan tahun menekuni pertanian tembakau ini menambahkan, kerugian lebih banyak sebenarnya bisa dihindari bila bibit pengganti disediakan dari pihak dinas kehutanan dan perkebunan setempat.
Tetapi, penyediaan itu tidak lantas mutlak bisa tercukupi. Artinya, petani masih harus mengeluarkan biaya tambahan di luar yang dialokasikan dinas terkait.
Demikian pula pupuknya yang disediakan pihak ketiga, yakni mitra pasar. Sebab, jenisnya khusus dan bisa mereduksi tar serta nikotin dalam tembakau.
Menurut Sudjatno, awalnya para petani memilih menanam tembakau jenis virginia kecil
(vike) karena harganya dipasaran cukup baik.
Hanya saja, karena hasil panen mutunya tidak seperti yang disyaratkan, harga jualnya pun tak maksimal. Rata-rata perkilo hanya dihargai Rp25 ribu sampai Rp30 ribu.
Disinggung kemungkinan pengembangan budidaya untuk tahun depan, Sudjatno yakin masih akan berlangsung. Tetapi, semuanya kembali pada hasil panen di tahun 2011 ini.
Saat ini, para petani baru mulai menanam tembakau. Masa tanam ini sedikit mundur dari perkiraan sebelumnya, yakni antara bulan April-Mei karena hujan masih turun. “Kemungkinan kalau tahun ini sukses, tahun berikutnya bisa semangat lagi," ujarnya berusaha tetap optimistis. *