Jember (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyoroti rendahnya hasil Survei Penilaian Integritas di Pemerintah Kabupaten Jember yang mendapat nilai 54, sedangkan rata-rata nilai daerah lain sekitar 70.
"KPK hadir hari ini untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) secara berkelanjutan terhadap tata kelola pemerintahan di Jember," kata Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK Brigadir Jenderal Polisi Bahtiar Ujang Purnama usai Rapat Koordinasi Monev KPK di Pendapa Wahyawibawagraha Jember, Rabu.
Menurutnya, ada delapan area yang dilakukan evaluasi. "Di area tersebut Bupati Jember sudah berupaya melakukan perbaikan, namun tetap kami lakukan dorongan evaluasinya," tuturnya.
Bahtiar memberikan contoh buruknya pengelolaan aset karena masih banyak aset Pemkab Jember yang belum disertifikasi dengan baik, termasuk penyerahan aset dari pengembang yang belum diserahkan semuanya.
"Kemudian masalah motivasi kinerja ASN ditingkatkan karena pada prinsipnya KPK mendorong untuk tetap fokus pada tujuan organisasi, lalu proses menuju ke sana KPK akan melakukan evaluasi dan monitoring," katanya.
Hal itu terutama terkait dengan penggunaan keuangan daerah, kewenangan yang ada dimiliki oleh para individual dan kepala dinas atau bupati, sehingga KPK ingin memastikan bahwa proses menuju tujuan itu tidak ada budaya korupsi.
"Memang harus terus diperbaiki masalah SPI lembaga organisasi, baik dilakukan leadership maupun individualnya, sehingga nilainya perlu diperbaiki di kemudian hari agar masyarakat percaya," katanya.
Ia juga meminta pihak Inspektorat Jember untuk segera merespons pengaduan masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan dengan menindaklanjutinya sehingga masyarakat mendapat kepastian.
"Hari ini saya belum menemukan ada potensi korupsi di Jember, namun kalau melihat tata kelolanya itu memang segala macam potensi korupsi tetap ada. Jadi, harus diperbaiki," ujarnya.
Sementara Bupati Jember Hendy Siswanto mengatakan pihaknya akan mengumpulkan semua organisasi perangkat daerah untuk menindaklanjuti saran yang diberikan KPK.
"Seperti aset yang belum banyak disertifikasi karena hingga kini masih 800 aset yang bersertifikat, sedangkan sekitar 1.200 aset masih belum dan akan diproses," katanya.