Surabaya (ANTARA) - Badan Kerja sama Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Timur dan Unicef berkolaborasi untuk menurunkan angka perkawinan anak di wilayah setempat melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Surabaya, Senin.
Ketua BKOW Jawa Timur Garjati Heru Tjahjono mengatakan sepanjang 2021 tercatat ada sebanyak 17.585 pengajuan dispensasi yang diterima oleh Pengadilan Tinggi Agama setempat.
“Angka yang tinggi ini, menunjukkan betapa besar kasus perkawinan anak di Jatim, dan bukan tidak mungkin ini hanya fenomena gunung es karena ada yang jumlahnya tidak tercatat," ujar dia.
Penandatanganan MoU ini, kata Garjati, ditujukan untuk mewujudkan harkat dan martabat perempuan yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan di Jatim.
Kolaborasi yang dibangun bisa menjadi langkah kuat dalam membangun pondasi pencegahan perkawinan anak.
"Penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kematian orang tua karena pandemi membuat anak perempuan lebih berisiko untuk menikah di bawah umur," ucapnya.
Istri mantan Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono tersebut mengungkapkan, sejak Januari-Mei 2022 sudah ada 5.285 perkara perkawinan anak yang diputus Pengadilan Agama berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) provinsi setempat.
Melihat situasi ini, BKOW Jatim sebagai organisasi perempuan yang beranggotakan 44 organisasi wanita dari berbagai macam latar belakang, pendidikan, agama maupun profesi, berupaya untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam program pencegahan perkawinan anak.
"Selain upaya pencegahan perkawinan anak, BKOW juga berkomitmen untuk mempermudah akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan serta keterampilan hidup. Hal ini ditujukan untuk kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk di ranah daring," katanya.
Kepala Dinas P3AK Jawa Timur, Restu Novi Widiani menuturkan, masa depan dibangun oleh kesejahteraan anak-anak dan perempuan hari ini sehingga perkawinan usia dini harus bisa dicegah.
Karena, lanjut dia, 40 persen yang menjalani perkawinan anak akan berpotensi melahirkan bayi stunting.
“Bayi pun terlahir prematur dan kematian sebelum usia setahun. Bahkan, 85 persen anak perempuan mengakhiri pendidikan setelah menikah,” kata Novi.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Unicef Wilayah Jawa, Arie Rukmantara menyampaikan apresiasinya kepada BKOW dan seluruh organisasi yang tergabung atas komitmen bersama untuk melakukan kampanye pencegahan perkawinan anak.
“Pencegahan perkawinan anak perlu dilakukan secara kolaboratif dan terintegratif, kehadiran dan komitmen BKOW merupakan upaya untuk memastikan tidak ada satu pun anak yang tertinggal atau kita kenal sebagai no child left behind," kata Arie.
Ia juga menambahkan bahwa upaya pencegahan perkawinan anak sejalan dengan pencapaian SDG's tujuan ke-5 untuk penghapusan perkawinan anak dan ke-16 untuk perlindungan anak.