Surabaya (ANTARA) - Pakar Kajian Budaya Universitas Airlangga Surabaya Pujo Sakti Nur Cahyo menyebut bahwa fenomena Citayam Fashion Week merupakan bentuk artikulasi kultural dan identitas fesyen anak muda.
"Harus diakui bahwa dalam perspektif kebudayaan, cara kita berpakaian merupakan artikulasi dari identitas kita. sehingga siapa kita, dapat diekspresikan melalui cara berpakaian, baik itu (nantinya) merujuk pada kelas sosial, background pendidikan, ataupun tingkat kesejahteraan," ujar Pujo melalui keterangannya, Sabtu.
Dosen Departemen Bahasa dan Sastra Inggris Unair itu juga mengatakan Citayam Fashion Week adalah bentuk ekspresi dan eksistensi anak muda di tengah hiruk pikuk ibukota yang senantiasa dinamis.
Yang mana fashion taste dan tren begitu cepat berputar. Sebab, fesyen merupakan entitas yang terus bergerak dinamis dan suatu saat akan berubah serta mengalami perubahan.
"Semua fesyen pasti akan mengalami yang namanya sirkulasi. Baik nanti sezaman di tempat berbeda atau mungkin dimodifikasi. Tahun 80-an pernah populer gaya anak muda pakaian warna warni yang juga pernah populer di era 2000-an," ujarnya.
Menurut Pujo, kemunculan gerakan itu terjadi tanpa adanya desain besar (gerakan). Dimulai ketika anak muda pinggiran Jakarta yang ingin bermain dengan menaiki transportasi kereta dan menemukan tempat yang menarik dan mulai melakukan kegiatan di situ bersama teman-temannya.
Dari kegiatan itu, muncul konten kreator bergerilya mencari bahan konten yang menarik untuk membahas anak muda di situ.
"Di situlah mereka (anak muda citayam) diwawancara oleh konten kreator. Awalnya mungkin, saya yakin hanya untuk lucu-lucuan atau seru-seruan saja, dan mereka tidak akan berpikir akan jadi (seviral) ini," tuturnya.
Salah satu hal yang krusial dari meledaknya fenomena Citayam adalah keviralan yang disebabkan oleh adanya sosial media. Sebab, anak-anak muda yang mengikuti gerakan ini adalah generasi yang melek teknologi, sehingga memicu banyak follower mereka untuk mengikuti gerakan tersebut.
Di sisi lain, kemunculan gerakan tersebut terjadi akibat adanya dua faktor lain, yakni ruang publik dan transportasi.
Terkait dengan ruang publik, ungkap Pujo, ada kemungkinan anak muda di sana tidak mempunyai atau tidak banyak tersedia ruang publik yang dapat mengekspresikan diri sesuai dengan ekspektasi mereka. Selain itu, pengaruh akses yang mudah dan murah seperti kereta api penting.
Mengenai dengan kemungkinan Fashion Citayam akan menjadi mode pakaian baru.
Menurut Pujo, terlalu dini untuk melihat hal itu. Sebab, gerakan tersebut tidak didasarkan pada konsep fashion tertentu yang tunggal. Ada banyak referensi yang masuk ke dalam Citayam fashion Week itu sendiri.
"Kalau menjadi mode tren fesyen 2022, saya pikir dalam komunitas tertentu, Iya. Tetapi untuk konteks masyarakat yang lebih besar, saya kira tidak," ujarnya. (*)