Jakarta (ANTARA) - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan keluarga Brigadir Polisi Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) perlu dilibatkan dalam tim gabungan yang dibentuk oleh Kapolri guna mengungkap baku tembak antaranggota di rumah dinas Kadiv Propam.
Rukminto yang dihubungi di Jakarta, Rabu, menjelaskan pelibatan keluarga Brigadir J yang tewas dalam baku tembak di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo untuk objektivitas dan netralitas sekaligus membuat terang perkara tersebut.
“Makanya keluarga korban (Brigadir J) juga harus dilibatkan dalam tim pencari fakta ini, agar tidak muncul anggapan korban yang meninggal ini dipersalahkan atau memang sengaja dikorbankan,” kata Rukminto.
Ia mengapresiasi pembentukan tim gabungan oleh Kapolri yang ia sebut sebagai tim pencari fakta (TGF). Tim tersebut dipimpin oleh Waka Polri dan dibantu oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kabareskrim, Kabaintelkam, serta melibatkan Provost dan juga Paminal.
Namun, kata dia, pembentukan tim tersebut masih belum tegas karena tidak dibarengi dengan menonaktifkan Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam.
“Pembentukan TPF ini bagus, tapi masih tidak tegas. Kalau tegas seharusnya seiring pembentukan TPF juga menonaktifkan Irjen Sambo karena insiden di rumah dinas ini tentu tak bisa dihindarkan menyeret nama dia. Persoalan nanti terbukti tidak bersalah itu nanti yang bisa direhabilitasi nama baiknya,” kata Rukminto.
Rukminto juga menyoroti banyak kejanggalan dalam kejadian tersebut. Hal ini membutuhkan netralitas dan objektivitas tim gabungan Polri.
Ia berpandangan kalau tim tersebut lebih banyak dari unsur Polri, maka publik akan meragukan objektivitasnya, mengingat kasus ini terjadi antara keluarga Brigadir J yang anggota Polri berhadapan dengan lembaga Polri. Oleh karenanya, keluarga Brigadir J perlu dilibatkan dalam tim tersebut.
“Demikian juga dengan pelaku yang tamtama (Bharada E), jangan sampai muncul bahwa Bharada E ini adalah aktor pengganti dari seseorang yang sebenarnya menembak dan lain-lain,” ujarnya.
Mekanisme pelibatan keluarga Brigadir J dalam tim gabungan tersebut, menurut dia, dimungkinkan untuk dilakukan melalui pendampingan oleh pihak-pihak berkompeten seperti lembaga bantuan hukum (LBH).
Rukminto juga mengingatkan apabila kasus ini tidak tuntas maka dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Komposisi dalam tim ini dominan dari Polri sehingga perlu menjaga objektivitas dan stigma bahwa tim gabungan bukan sekadar alat Polri untuk melegitimasi pernyataan-pernyataan yang dianggap janggal oleh masyarakat.
“Bahkan bisa jadi apatis terhadap kepolisian kita,” ujarnya.
Rukminto menambahkan pada era informasi yang serba cepat perlu kecepatan dalam mengungkap insiden tersebut untuk membangun kepercayaan masyarakat. Saat ini berkembang isu-isu liar di masyarakat terkait insiden tersebut.
Kata dia, masyarakat bertanya-tanya apakah benar Brigadir J melecehkan istri pimpinan? Karena info terakhir malah sempat mengawal ke Magelang. Apakah benar terjadi tembak menembak dengan Bharada E atau ada pihak lain? Apakah benar Bharada E yang menembak? dan lain sebagainya.
“Kapolri menyatakan untuk tidak buru-buru, tetapi itu bukan berarti untuk tidak cepat,” ujarnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim gabungan yang terdiri dari satuan kerja internal Polri dan mitra kepolisian dalam hal ini Kompolnas dan Komnas HAM untuk membantu mengungkap peristiwa baku tembak antaranggota Polri di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Peristiwa penembakan antaranggota Polri terjadi di Rumah Dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga No. 46 Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7), pukul 17.00 WIB.
Penembakan terjadi antara Brigadir Pol Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ajudan Drive Caraka (ADC) Istri Kadiv Propam Polri dengan Bharada E, ADC Kadiv Propam Polri. Kejadian tersebut mengakibatkan Brigadir Pol. Nopryansah tewas tertembak dengan tujuh lubang peluru di tubuhnya.
Adapun peristiwa itu dilatarbelakangi pelecehan dan penodongan pistol yang dialami istri Kadiv Propam Polri Putri Ferdy Sambo.