Surabaya (ANTARA) - Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya Adi Sutarwijono menyampaikan Hari Raya Idul Fitri tahun ini merupakan momentum yang tepat untuk saling memaafkan dan meningkatkan kualitas persaudaraan.
"Selamat Lebaran, Selamat Idul Fitri 1443 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin. Ini momentum indah untuk bergembira dan berbahagia bersama keluarga tercinta. Akan jauh lebih indah jika senantiasa peduli kepada tetangga, dengan membantu mereka yang membutuhkan," ujar Ketua DPC PDIP Kota Surabaya Adi Sutarwijono di Surabaya, Senin.
Adi mengatakan, Lebaran tahun ini sungguh terasa spesial. Sebab, setelah dua tahun dilakukan pembatasan perjalanan saat momen Lebaran, tahun ini mudik diperbolehkan pemerintah. Semuanya menambah keceriaan momentum Lebaran.
"Perjalanan mudik yang penuh warna, penuh kegembiraan, menjadi penanda kemeriahan Lebaran yang khas Indonesia. Mudik juga menghasilkan dampak ekonomi luar biasa, UMKM bergeliat, warung-warung laris, destinasi wisata semarak. Itu semua turut memulihkan ekonomi," kata Adi yang juga Ketua DPRD Surabaya ini.
Dia menambahkan, Lebaran menjadi penanda pentingnya membuka pintu maaf bagi siapapun. Dalam berbagai perjumpaan antarsesama insan, pasti ada kekurangan dan kekhilafan.
"Sehingga memaafkan dan dimaafkan adalah bagian dari kehidupan manusia. Inilah indahnya Lebaran, indahnya Idul Fitri, saling membuka diri untuk meminta maaf dan sekaligus memaafkan siapapun atas kesalahan dan kekhilafan yang terjadi di masa lampau," ujar dia.
Keluarga besar PDIP Surabaya, lanjut Adi, pastinya juga memiliki kekurangan dalam menjalankan berbagai program kepartaian maupun saat mengawal program pembangunan.
"Kami keluarga besar PDI Perjuangan Surabaya memohon maaf untuk segala kekurangan dalam membantu dan mendampingi warga masyarakat. Saling memaafkan sekaligus merajut persaudaraan," kata dia.
Adi pun menyinggung tradisi halal bihalal di masyarakat Indonesia. Istilah tersebut lahir dari dialog Presiden Republik Indonesia pertama Ir Soekarno dan ulama Nahdlatul Ulama (NU) K.H. Wahab Chasbullah.
Pada 1948, saat awal Republik Indonesia berdiri, masih diwarnai banyak pertentangan politik. Bung Karno meminta pendapat dari K.H. Wahab Chasbullah, yang kemudian diberikan saran agar diselenggarakan silaturahim antar-anak bangsa.
Bung Karno meminta istilah lain, sehingga tercetuslah "halal bihalal", sebuah penanda bahwa setiap pertentangan dan konflik antar-anak bangsa harus saling dimintakan maaf. Dan, halal bihalal menjadi tradisi Lebaran Idul Fitri di masyarakat Indonesia hingga saat ini.
"Kemeriahan halal bihalal menjadi ciri khas Lebaran di Indonesia. Mari tingkatkan kualitas persaudaraan sambil menggerakkan kembali tumbuhnya sektor ekonomi, dan sektor-sektor lain kehidupan masyarakat," ujar Adi. (*)