Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sepuluh saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, Jawa Timur.
"Hari ini, pemeriksaan sepuluh saksi tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Sidoarjo. Pemeriksaan dilakukan di Polres Kota Sidoarjo," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.
Sepuluh saksi itu adalah Jefri Suryono selaku Direktur PT Bumi Samudera Jedine, Arifin selaku wiraswasta dan Direktur PT Nelayan Tenggara, Cagah Eko Wibowo selaku Komisaris PT Gentayu Cakra Wibowo, Najib Abdurrauf Bahasuan selaku Direktur Utama Behaestex, dan pemilik Sae Family Reflexiology, yakni Christina Natalia.
Berikutnya, ada wiraswasta Ibnu Gopur SH. Imma Noer Fatimah selaku pihak swasta dari PT Noor Semangat, Budi Santoso selaku pihak swasta PT Bumi Samudera Jedine, Manajer Pabrik PT Hexamitra Charcoalindo/Manajer Keuangan PT Gresik Mustika Timur, yakni Harun Abdi Harianto, dan karyawan PT Nelayan Tenggara, yaitu Mundjiah.
Kasus dugaan gratifikasi tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap pengadaan proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo yang sebelumnya menjerat mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan kawan-kawan.
Namun, KPK saat ini belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkara dan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebagaimana kebijakan Pimpinan KPK saat ini, publikasi konstruksi perkara dan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan dilakukan setelah adanya upaya paksa, baik penangkapan maupun penahanan terhadap para tersangka.
Saiful Ilah telah divonis selama tiga tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada 5 Oktober 2020.
Ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan tersebut, kuasa hukum Saiful Ilah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Dalam putusan banding pada 30 November 2020, majelis hakim mengurangi hukuman Saiful Ilah menjadi dua tahun penjara.
Saiful Ilah pun telah dinyatakan bebas per 7 Januari 2022.