Surabaya (ANTARA) - Sidang korupsi pemotongan dana insentif Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan terdakwa mantan bupati Ahmad Muhdlor Ali menghadirkan delapan saksi dari ajudan dan orang dekat terdakwa.
Kedelapan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu antara lain staf Prokopim Sidoarjo Akbar Prayoga dan Aswin Reza Sumantri; ajudan Gus Muhdlor, Gelar Agung Baginda dan Perdigsa Cahya Binara; suami Siska Wati yang juga Kabag Pembangunan Setda Sidoarjo Agus Sugiarto; staf BPPD Sidoarjo Faridz Farah Zein Nurani; sopir Gus Muhdlor, Achmad Masruri; dan Dosen UIN Malang M Robith Fuadi.
Empat saksi dimintai keterangan lebih dulu dari unsur protokol dan ajudan yakni Akbar Prayoga, Aswin Reza, Gelar Agung, dan Perdigsa.
“Apakah saudara pernah menerima honor tambahan dari Siska Wati atau dari Achmad Masruri?” tanya JPU Andry Lesmana kepada empat ajudan tersebut di Pengadilan Negeri (PN) tindak pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo, Senin.
Mereka menyatakan tidak pernah menerima aliran dana dari mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati, baik berupa tambahan honor maupun Tunjangan Hari Raya (THR), mereka mengaku hanya mendapat bayaran dari gaji resmi yang ditanggung oleh APBD Kabupaten Sidoarjo.
Mereka juga mengaku tidak pernah mempertemukan Siska Wati dengan Gus Muhdlor untuk menandatangani Surat Keputusan (SK) Bupati tentang besaran insentif bagi pegawai BPPD.
“Saya meminta Ibu Siska Wati untuk menyerahkan SK tersebut di pos Satpol PP atau di kantor Sekretariat karena tujuan Bu Siska Wati hanya untuk mendapatkan tanda tangan, bukan bertemu langsung,” kata Gelar Agung.
Begitu juga yang disampaikan Akbar, Dia mengatakan tidak pernah mempertemukan Muhdlor dengan Siska Wati, Dia mengaku berkontak melalui WhatsApp.
“Saya menjalani sistem ajudan, dua hari kerja, dua hari standby atau libur, dan tiga hari di kantor,” kata Akbar.
Terkait aliran dana dari Siska Wati untuk membayar Bea Cukai paket dari Maroko, para saksi mengatakan mereka tidak pernah meminta Siska Wati atau mantan kepala BPPD Ari Suryono untuk membayar biaya sebesar Rp 27 juta tersebut.
Saat itu, Perdigsa bertanya kepada Masruri bagaimana pembayaran bea cukai tersebut.
“Pak Ruri bilang beres,” ujar Digsa.
Digsa mengakui tidak ada perintah dari Ahmad Muhdlor untuk meminta biaya tersebut ditagihkan, Bahkan, Digsa mengatakan kepada mantan bupati Sidoarjo itu akan menyelesaikan biayanya sendiri.
Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.
Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar.