Jakarta (ANTARA) - Dalam beberapa waktu terakhir praktik pinjaman online (pinjol) ilegal demikian marak dan meresahkan hingga merugikan sebagian masyarakat yang telah menjadi korban.
Oknum-oknum tak bertanggung jawab berpraktik pinjol ilegal itu kerap kali menyaru menggunakan badan hukum koperasi atau sejenisnya dan dengan leluasa menjerat korban yang sedang kesulitan keuangan.
Akibatnya beragam masalah sosial pun timbul di kalangan masyarakat bahkan hingga menelan korban jiwa, ketika ada seseorang yang depresi lantaran terintimidasi debt collector (penagih utang) dari pinjol ilegal lalu bunuh diri.
Oleh karena itulah kehadiran negara amat sangat diperlukan sebagai wujud perlindungan bagi masyarakat terhadap ancaman dan bahaya pinjol yang merugikan sekaligus meresahkan masyarakat.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga sebelumnya telah menyampaikan bahwa fenomena pinjaman ilegal dalam praktiknya sangat merugikan masyarakat.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetya menegaskan Polri menyoroti modus penagihan pinjaman online ilegal yang sering dilakukan di bawah ancaman. Bahkan mereka memanipulasi foto nasabah menjadi foto asusila yang kemudian disebarkan kepada rekan kerja, atasan, bahkan keluarga nasabah.
Akibatnya, lanjut Kadiv Humas Polri, korban merasa stress, sakit, bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Penindakan terhadap pinjaman online ilegal merupakan bentuk afirmasi kepada korban serta wujud kasih sayang dan perlindungan negara kepada masyarakat.
Dirtipid Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan Februanto menyampaikan bahwa ada warga negara asing, WJ alias JHN yang terlibat dalam kasus pinjaman ilegal.
Melalui perusahaan payment gateway Flinpay dan Koperasi Simpan Pinjam Inovasi Milik Bersama mereka merekrut pinjol-pinjol ilegal dan mendirikan koperasi simpan pinjam ilegal.
Lapor Polisi
Kepala Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengemukakan, saat ini ada 104 perusahaan fintech yang memiliki 772.534 rekening dengan total penyaluran outstanding Rp26,098 triliun.
Ia menyebutkan, penyebab maraknya pinjol antara lain karena kemudahan mengunggah (publish) aplikasi/situs/website, sementara kesulitan memberantas terjadi dikarenakan lokasi server banyak ditempatkan di luar negeri.
Dari sisi korban atau masyarakat, lanjut Tongam, maraknya pinjol ilegal karena tingkat literasi masyarakat masih sangat rendah, tidak melakukan pengecekan legalitas, terbatasnya pemahaman terhadap pinjol, hingga adanya kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan.
Sejak 2018, Satgas sendiri telah menghentikan 3.631 entitas pinjol. Tongam mengungkapkan ciri-ciri pinjol ilegal adalah tidak memiliki izin resmi, tidak ada identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah misal syaratnya hanya KTP, foto diri, dan nomor rekening. Sementara informasi bunga atau biaya pinjaman dan denda tidak jelas, total pengembalian (termasuk denda) tidak terbatas, serta akses seluruh data di ponsel juga terbuka.
Untuk itu, Tongam memberikan tips agar masyarakat cerdas dalam menghadapi pinjol ilegal, yaitu pinjamlah pada fintech yang terdaftar di OJK, pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan; dan jika harus pinjam lakukanlah untuk kepentingan yang produktif.
Dan bagaimana jika sudah meminjam pinjol, menurut Tongam, laporkan ke SWI melalui email waspadainvestasi@ojk.go.id. Apabila sudah jatuh tempo dan tidak mampu membayar, maka hentikan upaya mencari pinjaman baru untuk membayar utang lama.
Apabila sudah mendapatkan penagihan tidak beretika, blokir semua nomor kontak yang mengirim teror, beritahu ke seluruh kontak di hp agar mengabaikan pesan tentang pinjol, segera lapor polisi, lampirkan laporan polisi ke kontak penagih, dan jangan pernah mengakses lagi ke pinjol ilegal.
Pengamat sosial Dr. Devie Rahmawati menyampaikan penyebab masyarakat mudah terjerat pinjol ilegal adalah karena kebutuhan meningkat tapi penghasilan tidak menetap, konsumsi berlebihan masyarakat digital, kecanduan, kelalaian dan lemahnya pengetahuan, serta kearifan yang bergeser.
NIK Dihapus
Lantaran banyak praktik pinjol ilegal berbaju koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM tak tinggal diam dan menyatakan akan menghapus dan membatalkan Nomor Induk Koperasi (NIK) yang telah dimiliki oleh Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan praktik pinjaman online (pinjol) ilegal.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan pihaknya proaktif untuk memerangi keberadaan praktik pinjaman online ilegal dengan menggunakan kedok Koperasi Simpan Pinjam.
Hal ini tidak lain karena praktik ilegal tersebut dapat merusak citra baik koperasi serta menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat/anggota terhadap koperasi di Indonesia.
Di satu sisi Kementerian Koperasi dan UKM juga telah melakukan pertemuan dengan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) agar tidak dengan serta merta menerbitkan akta koperasi tanpa verifikasi yang jelas.
Upaya ini sebagai tindak lanjut adanya sejumlah Notaris yang membuat Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam yang digunakan untuk praktik usaha pinjaman online (pinjol) ilegal, dengan jumlah pembuatan akta pendirian koperasi yang cukup banyak lebih dari 8 Akta Pendirian sampai 40 Akta Pendirian oleh salah seorang Notaris dalam kurun waktu tahun 2020-2021.
Terhadap sejumlah Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan praktik usaha pinjaman online (pinjol) ilegal yang telah memiliki Tanda Daftar Peyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) Kementerian Komunikasi dan Informatika, pihaknya telah berkirim surat kepada Ditjen Aplikasi Informatika, Kominfo.
Pihaknya mengusulkan agar dapat dilakukan penyesuaian persyaratan permohonan pendaftaran PSE lingkup privat.
Hal itu sebagaimana yang diatur pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, untuk ditambahkan persyaratan berupa pemenuhan ijin usaha simpan pinjam bagi koperasi simpan pinjam yang mengajukan permohonan pendaftaran PSE lingkup privat.
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 09 Tahun 2018 tentang Penyelenggaran dan Pembinaan Perkoperasian, menyatakan “Koperasi yang menyelenggarakan usaha simpan pinjam wajib memiliki izin usaha simpan pinjam yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang”.
Dengan demikian dalam persyaratan persyaratan permohonan pendaftaran PSE lingkup privat pada Kominfo, pihaknya berharap dapat dilakukan penyesuaian.
Penelusuran Zabadi dan tim ke salah satu Gedung One Office di Kawasan Tendean, Jakarta Selatan, yang digunakan oleh kurang lebih 20 Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan praktik usaha pinjaman online (pinjol) ilegal, pihaknya juga telah menurunkan tim untuk melakukan penelusuran ke sejumlah Gedung virtual office lainnya yang digunakan juga oleh Koperasi Simpan Pinjam lainnya.
Lokasi selanjutnya yang telah dilakukan penelusuran, yaitu Gedung Space Inc, di Kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat; dan Gedung Thamrin City, di Kawasan MH. Thamrin, Jakarta Pusat.
Kedua lokasi tersebut digunakan sebagai alamat virtual office oleh 7 Koperasi Simpan Pinjam, yang melakukan praktik usaha pinjaman online (pinjol) ilegal.
Berdasarkan hasil penelurusan tim ke lokasi tersebut, diperoleh informasi bahwa ada sebagian koperasi yang benar pernah menyewa virtual office pada alamat tersebut tetapi tidak memperpanjang waktu sewanya.
Selain itu ada penggunaan alamat yang tidak berdasarkan sewa menyewa dengan pihak pengelola gedung oleh beberapa koperasi (alamat fiktif).
Fakta-fakta seperti inilah yang mendorong pentingnya negara hadir untuk melindungi rakyatnya dari ancaman praktik pinjol ilegal yang merugikan dan meresahkan. (*)
Pentingnya negara hadir lindungi rakyat dari bahaya "pinjol" ilegal
Rabu, 17 November 2021 12:35 WIB