Jakarta (ANTARA) - Pemerintah bersama DPR telah memutuskan akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 12 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2022 senilai total Rp72,44 triliun.
Pasalnya, PMN tersebut dibutuhkan untuk mendukung pemulihan ekonomi setelah kelak COVID-19 berakhir, terutama untuk meneruskan proyek-proyek yang sudah berjalan saat ini.
Alokasi PMN bagi perusahaan BUMN untuk tahun depan lebih banyak untuk mendukung program layanan publik, mulai dari infrastruktur untuk menurunkan biaya logistik, pengadaan listrik hingga pengadaan perumahan.
Anggaran PMN agar cepat direalisaskan datang dari Anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar yang menilai bahwa pemberian PMN itu dalam rangka membantu penanganan pandemi COVID-19 dan menggerakkan perekonomian nasional serta penugasan dari pemerintah.
Kementerian Keuangan perlu memberikan atensi serius kepada BUMN yang mendapat PMN. Sejumlah BUMN kalau tidak mendapat PMN itu bisa masuk fase sekarat, meski tidak semua.
Dengan PMN itu diharapkan bisa menyerap tenaga kerja dan menumbuhkan ekonomi terutama di sentra-sentra strategis.
Ke-12 BUMN yang mendapatkan PMN itu adalah Hutama Karya Rp31,35 triliun, untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera, BUMN Pariwisata in Journey (Aviasi Pariwisata Indonesia/Aviata) Rp9,318 triliun untuk permodalan dan restrukturisasi, dan proyek Mandalika.
Selanjutnya, PLN Rp8,231 triliun untuk transmisi gardu induk dan listrik perdesaan, BNI Rp7 triliun untuk penguatan modal tier 1 dan CAR (rasio kecukupan modal), KAI-KCJB Rp4,1 triliun, untuk PSN Kereta Cepat, Waskita Karya Rp3 triliun, untuk penguatan modal, dan restrukturisasi, IFG Rp2 triliun untuk restrukturisasi Jiwasraya.
Adhi Karya Rp2 triliun untuk jalan tol Solo-DIY, Bawen dan proyek SPAM Karian-Serpong, Perumnas Rp2 triliun untuk perumahan rakyat berpenghasilan menengah rendah (MBR), Bank BTN Rp2 triliun, untuk penguatan modal tier 1 dan CAR, RNI Rp1,2 triliun untuk penguatan industri pangan, Damri Rp250 miliar untuk penguatan modal dan penyediaan armada.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan PMN diperlukan, tetapi ini tentu bukan untuk proyek baru, tetapi untuk proyek pasca COVID-19 yang sangat penting.
BUMN tengah melakukan transformasi bisnis. Harapannya dengan tambahan modal ini BUMN akan dapat melakukan aksi korporasi yang akan berdampak pada kinerja perusahaan, sehingga bisa memberikan pendapatan tambahan untuk negara.
BUMN terus melakukan transformasi agar tetap bisa melakukan aksi korporasi karena negara perlu tambahan income, selain pajak, terutama pada saat COVID-19 seperti ini.
"Tapi juga tidak kalah penting, ini yang penting PSO (public service obligation), hal ini yang membedakan BUMN dengan swasta," kata Erick.
PMN yang diberikan oleh negara kepada BUMN pun bukan cuma-cuma, karena mereka nantinya akan melakukan 'pengembalian' dalam bentuk pajak, dividen, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dalam 10 tahun terakhir, BUMN berkontribusi Rp3.295 triliun kepada negara dalam bentuk dividen, pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Nilai Rp3.295 triliun itu terbagi atas pajak Rp1.872 triliun atau 54 persen, dividen Rp388 triliun atau 11 persen, dan PNBP Rp1.035 triliun atau 30 persen. Dari nilai tersebut, PMN yang diberikan hanya sekitar 4 persen saja atau Rp147 triliun setoran BUMN dalam satu dekade.
Bahkan ketika pandemi menyerang pada 2020, BUMN menyumbangkan dividen total sebesar Rp45 triliun, turun dibandingkan 2019 senilai Rp51 triliun, karena tekanan pandemi COVID-19 yang berdampak pada kinerja perusahaan pelat merah.
Lima BUMN berkontribusi terbesar pada dividen kepada negara, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan kontribusi sebesar 26,4 persen dari total dividen BUMN. Selanjutnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 22,2 persen, PT Pertamina (Persero) 19,1, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk 17,8 persen dan PT BNI (Persero) Tbk 5,2 persen.
Sementara sumbangan PNBP lainnya pada 2020 senilai Rp86 triliun pada 2020. Kontribusi PNBP tersebut terdiri dari pembayaran royalti, iuran minyak dan gas (migas), iuran jasa kepelabuhan, dan lain-lain.
Pemerataan ekonomi
Selain dalam bentuk penerimaan negara, BUMN juga berkontribusi pada pemerataan ekonomi melalui pemerataan infrastruktur.
Saat ini biaya logistik di Indonesia masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Jika biaya logistik di Indonesia sebesar 24 persen, negara lain bisa lebih hemat 11 persen.
Kebutuhan untuk menyediakan listrik di seluruh Indonesia juga masih sangat tinggi. Sebab saat ini masih banyak daerah yang masih belum dialiri listrik oleh PT PLN (Persero).
Sama halnya dengan pengadaan perumahan untuk masyarakat yang dijalankan oleh Perum Perumnas dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Ekonom Bina Nusantara University, Mochammad Doddy Ariefianto mengatakan BUMN berpotensi memberikan pendapatan bagi negara, namun tidak semata hanya dilihat dari potensi keuntungannya.
Pasalnya, BUMN tidak hanya melakukan bisnis secara komersial melainkan ada bagian melayani publik. Untuk BUMN yang komersial pun dalam sebuah bisnis membutuhkan modal sehingga seringkali PMN ini dilakukan.
Kalau PMN diberikan kepada BUMN yang sedang sakit maka ada pertimbangan lain, apakah BUMN tersebut strategis atau menyangkut hajat hidup orang banyak.
Untuk BUMN yang murni komersial, itu berarti bicara bisnis dasar pemberian modal, kalau komersial bisa dari potensi bisnis ke depannya.
Khusus untuk BUMN Infrastruktur, penyertaan modal dibutuhkan karena pembangunan harus tetap berjalan. Jika pembangunan infrastruktur terhenti atau mangkrak maka biayanya akan jauh lebih mahal ketika pembangunan dilanjutkan, potensi korosi pada besi atau rangka menjadi salah satu penyebabnya.
Kalau tidak dilanjutkan proyeknya kena korosi dan kualitasnya rusak, jembatan yang dibiarkan karena dananya dialokasikan untuk proyek lainnya atau penanganan pandemi nanti malahan melanjutkannya bisa dari ulang lagi.
BUMN Karya membawa mandat pemerintah. Saat ini mereka mau meningkatkan kinerja ekonomi karena konektivitas harus ditingkatkan karena biaya logistik Indonesia mahal. Mereka bisa dibilang tidak murni komersial karena membawa tugas publik, khusus infrastruktur tidak gampang buat di pending atau ditunda.
Sementara PMN yang diberikan untuk dua bank pelat merah yakni BNI dan BTN pun ada pertimbangan dari potensi kedua bank tersebut ke depannya.
BTN misalnya difokuskan untuk mempercepat kepemilikan rumah bagi masyarakat. Sementara BNI akan memperkuat jaringan luar negerinya, sehingga berkontribusi pada peningkatan ekspor baik korporasi maupun UMKM.
Dengan PMN yang diberikan kepada keduanya maka dari pemenuhan dari sisi publik dan komersial bisa dipenuhi. Apalagi BNI pada 2020 menjadi salah satu penyumbang terbesar setoran dividen di antara BUMN yang lainnya.
PMN BUMN ini tidak sederhana karena membawa mandat publik dan komersial, berbeda dengan swasta yang pertimbangannya murni untung rugi. (*)