Alamsyah telah menjadi Peserta JKN-KIS sejak tahun 2014. Dalam rentang waktu 7 tahun lebih memanfaatkan haknya sebagai peserta, Alamsyah dengan tegas mengatakan bahwa dalam mendapatkan pelayanan semua peserta sama yaitu Peserta JKN-KIS. Tidak ada Peserta JKN Askes, Peserta JKN PBI, Peserta kelas 1, kelas 2 maupun kelas 3.
“Dan tentunya ini semua berkas kerjasama banyak pihak karena telah memberikan perlakuan yang sama. Mau itu peserta mandiri, peserta perusahaan, peserta eks ASKES perlakuannya sama. Dan sudah satu kata, Peserta JKN,” terangnya.
Bukan tanpa dasar Alamsyah mengatakan hal tersebut. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tenaga medis ini menceritakan pengalaman saat istrinya menjalani proses persalinan. Awalnya istri Alamsyah datang ke salah satu puskesmas di Kabupaten Sidoarjo, oleh puskesmas diberikan rujukan ke salah satu rumah sakit swasta terdekat. Dirinya sempat gusar diawal, karena saat kondisi saat itu ia tidak memiliki uang, tabungan maupun asuransi ditambah tanggal persalinan yang maju tidak sesuai prediksi awal. Alamsyah menghubungi kantor tempatnya bekerja dan disarankan menggunakan KIS miliknya. Ternyata saat di RS Swasta tersebut, karena kondisi istri Alamsyah kembali dirujuk ke RSUD di Kabupaten Sidoarjo.
“Nah di situ saya tanya lagi ke petugasnya umum atau BPJS? Alhamdulillah tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai istri saya melahirkan di RSUD,” tambahnya.
Tidak berhenti di situ, ternyata bayi kesayangannya tersebut juga berada dalam kondisi yang mengharuskan untuk di rawat inap dan melalui prosedur transfusi darah. Selama istri dan bayinya dirawat, Alamsyah mengetahui dari berkas yang harus ia tanda tangani sebagai Peserta JKN-KIS bahwa biaya yang harusnya ia bayarkan mencapai Rp15 juta, namun semua telah dijamin oleh BPJS Kesehatan.
“Bisa dibilang saya sangat terbantu. Sudah tidak mikir biaya, tinggal siapkan berkas yang dibutuhkan. Terus selama kontrol sampai sekarang, pakai JKN terus,” ujarnya.
Pengalaman Alamsyah lainnya juga berasal dari almarhum mertua yang juga dirawat di rumah sakit serta bapak dari Alamsyah yang juga pernah memanfaatkan haknya. Mertu Alamsyah saat itu berstatus sebagai Peserta segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dan dari pengalaman tersebutlah Alamsyah menyimpulkan tidak ada perbedaan perlakuan bagi seluruh Peserta JKN-KIS.
“Kalau ada yang mengatakan yang dibayar pemerintah itu beda, saya bisa jawab tidak. Semua sama. Contohnya mertua saya kan PBI. Lainnya juga sama, istri saya. Saya pribadi tetap mengatakan sama. Istri saya, bapak saya, mertua saya sampai meninggal pun semua pelayanan sama, tidak ada bedanya,” jelas Alamsyah.
Besar harapan Alamsyah agar Program JKN-KIS dapat terus berjalan dalam memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Alamsyah juga berharap BPJS Kesehatan dapat semakin intens melakukan sosialisasi untuk meluruskan anggapan-anggapan salah yang banyak beredar di masyarakat.
“Informasi yang salah harus diperjelas. Agar tidak ada anggapan fasilitas kesehatan mempersulit atau BPJS Kesehatan tidak mencover,” tutupnya. (*)
“Dan tentunya ini semua berkas kerjasama banyak pihak karena telah memberikan perlakuan yang sama. Mau itu peserta mandiri, peserta perusahaan, peserta eks ASKES perlakuannya sama. Dan sudah satu kata, Peserta JKN,” terangnya.
Bukan tanpa dasar Alamsyah mengatakan hal tersebut. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tenaga medis ini menceritakan pengalaman saat istrinya menjalani proses persalinan. Awalnya istri Alamsyah datang ke salah satu puskesmas di Kabupaten Sidoarjo, oleh puskesmas diberikan rujukan ke salah satu rumah sakit swasta terdekat. Dirinya sempat gusar diawal, karena saat kondisi saat itu ia tidak memiliki uang, tabungan maupun asuransi ditambah tanggal persalinan yang maju tidak sesuai prediksi awal. Alamsyah menghubungi kantor tempatnya bekerja dan disarankan menggunakan KIS miliknya. Ternyata saat di RS Swasta tersebut, karena kondisi istri Alamsyah kembali dirujuk ke RSUD di Kabupaten Sidoarjo.
“Nah di situ saya tanya lagi ke petugasnya umum atau BPJS? Alhamdulillah tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai istri saya melahirkan di RSUD,” tambahnya.
Tidak berhenti di situ, ternyata bayi kesayangannya tersebut juga berada dalam kondisi yang mengharuskan untuk di rawat inap dan melalui prosedur transfusi darah. Selama istri dan bayinya dirawat, Alamsyah mengetahui dari berkas yang harus ia tanda tangani sebagai Peserta JKN-KIS bahwa biaya yang harusnya ia bayarkan mencapai Rp15 juta, namun semua telah dijamin oleh BPJS Kesehatan.
“Bisa dibilang saya sangat terbantu. Sudah tidak mikir biaya, tinggal siapkan berkas yang dibutuhkan. Terus selama kontrol sampai sekarang, pakai JKN terus,” ujarnya.
Pengalaman Alamsyah lainnya juga berasal dari almarhum mertua yang juga dirawat di rumah sakit serta bapak dari Alamsyah yang juga pernah memanfaatkan haknya. Mertu Alamsyah saat itu berstatus sebagai Peserta segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dan dari pengalaman tersebutlah Alamsyah menyimpulkan tidak ada perbedaan perlakuan bagi seluruh Peserta JKN-KIS.
“Kalau ada yang mengatakan yang dibayar pemerintah itu beda, saya bisa jawab tidak. Semua sama. Contohnya mertua saya kan PBI. Lainnya juga sama, istri saya. Saya pribadi tetap mengatakan sama. Istri saya, bapak saya, mertua saya sampai meninggal pun semua pelayanan sama, tidak ada bedanya,” jelas Alamsyah.
Besar harapan Alamsyah agar Program JKN-KIS dapat terus berjalan dalam memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Alamsyah juga berharap BPJS Kesehatan dapat semakin intens melakukan sosialisasi untuk meluruskan anggapan-anggapan salah yang banyak beredar di masyarakat.
“Informasi yang salah harus diperjelas. Agar tidak ada anggapan fasilitas kesehatan mempersulit atau BPJS Kesehatan tidak mencover,” tutupnya. (*)