Bangkalan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, kini memetakan daerah rawan kekeringan di wilayah itu yang biasa terjadi pada saat kemarau, guna membantu warga yang kesulitan mendapatkan air bersih.
Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Bangkalan Rizal Moris di Bangkalan, Selasa, pemetaan daerah rawan kekeringan itu, karena saat kemarau sebagian masyarakat Bangkalan biasa kekurangan air bersih.
"Kami sudah menerjunkan tim ke lapangan, sehingga dengan adanya pemetaan itu, Pemkab Bangkalan bisa bergerak cepat mendistribusikan bantuan air bersih ke daerah-daerah yang biasa dilanda kekeringan dan kekurangan air bersih," katanya.
Pemkab Bangkalan, katanya, juga telah berkoordinasi dengan masing-masing kecamatan desa terkait pemetaan daerah rawan kekeringan itu.
Ia menjelaskan berdasarkan data tahun sebelumnya, jumlah desa yang mengalami kekeringan sebanyak 72 desa, yang tersebar di 12 kecamatan dari total 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Bangkalan.
Jumlah ini berkurang dibanding 2018, karena saat itu jumlah desa yang mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih sebanyak 64 desa.
"Nah, di musim pancaroba ini, kita validasi lagi, sehingga saat kemarau tiba kami bisa bergerak cepat menyuplain bantuan air bersih ke desa-desa yang rawan kekeringan dan kekurangan air bersih tersebut," katanya.
Pada 2020, Pemkab Bangkalan mendistribusikan bantuan air bersih ke desa-desa yang dilanda kekeringan dan kekurangan air bersih itu senilai Rp100 juta.
"Tahun ini belum bisa kita perkirakan berapa anggaran yang dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan air bersih warga, karena kebutuhan anggaran nantinya juga bergantung pada volumen kebutuhan dan sebaran kekeringan," katanya.
Ia menambahkan jika jumlah desa yang mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih sama dengan tahun 2020, kemungkinan jumlah anggaran yang dibutuhkan pada kemarau tahun ini akan sama dengan tahun sebelumnya.
"Tapi, jika jumlah desa yang mengalami kekeringan bertambah, apalagi sebarannya semakin luas, maka dana yang dibutuhkan secara otomatis juga akan bertambah," katanya.
Rizal Moris menjelaskan berdasarkan parkiraan cuaca dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang diterima institusi itu, puncak kemarau tahun ini akan terjadi pada bulan Agustus.