Surabaya (ANTARA) - Pelantikan kepala daerah di Jawa Timur baru saja rampung dilaksanakan di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat sore. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa total melantik sebanyak 17 kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2020.
Pelaksanaan pilkada di provinsi paling timur Pulau Jawa ini sebenarnya berlangsung di 19 daerah pilihan, namun dua daerah yakni Pacitan dan Tuban belum menggelar acara serupa karena kepala daerah di dua wilayah itu belum habis masa jabatannya.
Pelantikan yang digelar Pemprov Jatim dibagi dalam tiga sesi, yakni pagi, siang dan sore dengan protokol kesehatan ketat, hal ini untuk menghindari adanya kerumunan pada saat pelaksanaan pelantikan, serta mengantisipasi penularan COVID-19.
Selain itu, semua lokasi di area Gedung Grahadi dikondisikan sangat steril, dan disiapkan tim kesehatan dari Rumah Sakit (RS) Jiwa Menur, RSUD Dr Soetomo, dan RS Paru.
Sesi pertama berlangsung pukul 09.00 WIB, dan yang dilantik masing-masing pasangan terpilih pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek, Ponorogo, Situbondo, Sumenep, Ngawi, dan Banyuwangi.
Sesi kedua pukul 13.00 WIB, dan yang dilantik Wali Kota Blitar, Pasuruan, Bupati Jember, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Mojokerto. Berikutnya, sesi terakhir pukul 16.00 WIB, masing-masing Sidoarjo, Kabupaten Kediri, Gresik, Lamongan dan Kota Surabaya.
Dari total 17 kepala daerah yang dilantik, ada tiga daerah yang dipimpin oleh Gus, yang dalam literasi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V versi daring merupakan panggilan untuk ulama, kiai atau orang yang dihormati. Bisa juga nama julukan atau nama panggilan laki-laki (Jawa).
Sedangkan dalam literasi pondok pesantren (ponpes), sebutan atau julukan Gus merupakan anak dari seorang kiai (sapaan kepada alim ulama, cerdik pandai dalam agama Islam) yang turut memimpin atau mengajar di sebuah ponpes.
Panggilan Gus paling populer di Tanah Air ialah Presiden Ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal Gus Dur.
Tiga daerah itu masing-masing Wali Kota Pasuruan, yakni Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul, dan merupakan keponakan dari Gus Dur.
Garis darah kalangan pesantren ini terus melekat pada pria yang juga mantan Wakil Gubernur Jawa Timur dua periode ini, sehingga sebutan Gus Ipul pun cukup akrab di telinga masyarakat Jatim.
Kedua adalah Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor yang disapa Gus Muhdlor, merupakan putra pengasuh Ponpes Bumi Sholawat KH Agoes Ali Masyhuri atau yang dikenal dengan Gus Ali.
Dan ketiga adalah Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani atau dikenal Gus Yani, dan merupakan mantu dari dari Gus Ali, karena menikahi anak pengasuh Pondok Pesantren Bumi Sholawat itu yakni Nurul Haromaini biasa dipanggil Ning Nurul.
Kepemimpinan tiga Gus ini tentu akan semakin mewarnai dinamika pemerintahan daerah dan demokrasi di Jawa Timur, sebab kehadiran darah pesantren ini bisa menjadi oase di tengah hiruk-pikuk kinerja aparatur sipil negara (ASN).
Pakar Politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam menyebut, terpilihnya Gus di beberapa daerah di Jatim adalah wajar, sebab daerah dimana seorang Gus terpilih itu adalah basis pesantren dan memiliki masyarakat yang agamis, sebut saja Pasuruan, Sidoarjo serta Kabupaten Gresik.
"Daerah-daerah tersebut itu kan basis agamanya kuat, jadi hal yang wajar ketika para Gus terpilih menjadi kepala daerah, bahkan mengalahkan petahana yang tidak memiliki latarbelakang ponpes kuat," tutur dia.
Gus Muda
Namun demikian, Surokim yang juga dikenal sebagai pemerhati sosial dan budaya Madura ini lebih memperhatikan bahwa terpilihnya sejumlah Gus dalam Pilkada Serentak 2020 di Jatim karena usianya yang muda.
Sebab, masyarakat di beberapa daerah kini sangat menaruh harapan kepada pemimpin-pemimpin yang berusia muda, hal ini karena masa bakti kepala daerah saat ini hanya 3,5 tahun, sehingga dibutuhkan kepemimpinan yang cepat dan mau mengambil terobosan dengan kolaborasi antardaerah.
Nah, ketiga Gus yang menjadi pemimpin di daerah itu termasuk mewakili harapan dan aspirasi masyarakat saat ini yang menginginkan adanya pembaruan dan pemimpin muda, sehingga akhirnya ketiganya diberi amanat oleh masyarakat di wilayahnya masing-masing.
Dari sejumlah kepala daerah yang dilantik oleh Khofifah, memang rerata masih berusia sangat muda, bahkan beberapa merupakan kelahiran tahun 1990, seperti Gus Muhdlor yang lahir di Sidoarjo pada 11 Februari 1991, kemudian Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin yang lahir di Surabaya pada 7 April 1990.
"Intinya, yang menjadi pertimbangan masyarakat saat ini di beberapa daerah di Jawa Timur untuk memilih kepala daerah dalam Pilkada 2020 adalah masih muda, dan mampu berkolaborasi dengan beberapa daerah lainnya,".
Harapan besar ini tentunya bisa menjadi ancaman, dan kepala daerah muda saat ini tidak boleh lengah sedikit pun. Sebab tuntunan masyarakat yang sangat tinggi perlu dilakukan dengan bekerja secara maksimal untuk kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Masyarakat saat ini membutuhkan pergerakan pemerintah secara cepat dan koordinasi lintas daerah yang dinamis, hal itu dianggap menurut masyarakat saat ini tidak dimiliki oleh pemimpin pendahulu.
Jadi, ini sekaligus bisa menjadi ancaman bagi pemimpin muda saat ini apabila tidak mampu merealisasikan pergerakan yang cepat itu. Oleh karena itu, dibutuhkan jiwa muda yang mampu berkolaborasi secara cepat.
Ketika para Gus menjadi kepala daerah
Jumat, 26 Februari 2021 21:32 WIB