Dikutip dari Kantor Berita Kyodo, Minggu, hal itu dilatari karena jumlah orang yang berdandan sebagai karakter animasi dan permainan itu terus bertambah.
Meskipun mengenakan kostum karakter tidak melanggar hak cipta, pelanggaran dapat terjadi jika seseorang dibayar untuk melakukannya, seperti tampil di suatu acara.
Shinji Inoue, menteri yang bertanggung jawab atas strategi "Cool Japan" untuk promosi budaya pop Jepang di luar negeri, mengatakan pada hari Jumat (29/1) bahwa pemerintah berencana untuk meninjau aturan hak cipta komersial mengenai penggunaan wajar pada akhir tahun fiskal pada bulan Maret.
"Untuk lebih mempromosikan budaya 'cosplay', penting untuk memiliki lingkungan di mana orang dapat merasa aman dan bersenang-senang," kata Inoue.
Pemerintah tidak berencana merevisi undang-undang hak cipta karena khawatir peraturan yang lebih ketat akan membuat orang menjauh dari cosplay. Alih-alih, ia berencana untuk membagikan contoh spesifik situasi di mana cosplayer mungkin diminta membayar hak cipta untuk meningkatkan kesadaran.
Pemerintah telah mendengar pendapat dari para kreator serta cosplayer, termasuk Enako, yang telah ditunjuk sebagai duta besar pemerintah Jepang untuk masalah ini.
Beberapa cosplayer telah menunjukkan perlunya kerangka kerja yang memungkinkan mereka menghubungi pemegang hak cipta untuk mendapatkan izin.
Taro Yamada, anggota Komisi Riset Strategi Kekayaan Intelektual Partai Demokrat Liberal, telah mengusulkan pembuatan database untuk memudahkan orang mengidentifikasi pemegang hak cipta.
"Kami membutuhkan kerangka kerja untuk melindungi (pencipta dan cosplayer)," kata Yamada.
Baca juga: 53 Kreator Surabaya Ikuti Popcon Surabaya
Baca juga: Menengok Budaya Tohoku dalam Fotografi
Baca juga: Konjen Jepang harapkan hubungan dengan Indonesia terus meningkat