Surabaya (ANTARA) - Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Jawa Timur menggagalkan penjualan sebanyak 3.149 benih lobster atau benur ilegal di kawasan Blitar dan Tulungagung.
"Dari pengungkapan kasus itu kami menangkap dua orang tersangka berinisial CAN (24) warga Blitar dan IMA (38) warga Tulungagung," kata Direktur Kepolisian Perairan dan Udara (Dirpolairud) Polda Jatim Kombes Pol Arnapi saat merilis kasus tersebut di Surabaya, Jumat.
Pengungkapan kasus ini bermula pada Senin (18/1) pukul 10.00 WIB dan pukul 17.00 WIB, tim Intelair Subdit Gakkum Polda Jatim mendapatkan informasi akan terjadi transaksi jual beli benih lobster di wilayah pantai Jolo Sutro Blitar dan Tulunggung.
Tim lalu melakukan pendalaman terhadap informasi tersebut.
"Dan benar di daerah Wates, Blitar sekitar pukul 13.00 WIB petugas memeriksa seseorang berinisial CAN sebagaimana informasi yang telah didapatkan," kata Arnapi.
Arnapi mengatakan dari tangan CAN, petugas mendapati empat kantong plastik di dalam tas punggung yang berisi benih lobster dengan jumlah kurang lebih 797 ekor.
CAN lalu diperiksa dan mendapatkan kembali benih lobter di rumahnya sebanyak lima kantong plastik berisi benih lobter sebanyak kurang lebih 984 ekor.
"Tim kemudian bergerak menuju Tulungagung dan memeriksa seseorang dengan inisial IMA," kata Arnapi.
Dari IMA, petugas mendapatkan 10 kantong plastik berisi benih lobster sebanyak 1.368 ekor yang ditempatkan dalam kendaraan.
Arnapi mengungkapkan dari pengakuan IMA, benih lobster tersebut akan dijual kepada seseorang di Tulungagung dengan harga per ekor untuk jenis mutiara Rp30 ribu dan untuk jenis pasir Rp9.000.
"Kegiatan transaksi jual beli benih lobster yang dilakukan IMA dan CAN tidak dilengkapi dengan izin," kata Arnapi.
Dalam perkara ini, kedua tersangka dijerat Pasal 92 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Jo UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
"Ancaman hukuman paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar," ujarnya. (*)