Surabaya (ANTARA) - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan penyediaan layanan utilitas tidak seharusnya dikenakan sewa, karena melakukan pelayanan kepada publik dan sudah membayar pajak ke pemerintah.
Hal itu, dikatakan Alamsyah menanggapi upaya Pemkot Surabaya yang akan memberikan tarif sewa jaringan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayah kota, dan dikhawatirkan berdampak tingginya tarif internet di kota itu.
"Seharusnya Pemkot Surabaya melihat UU 28 tahun 2009 secara cermat dengan mengutamakan fungsi pelayanan kepada masyarakat di Kota Surabaya," kata Alamsyah, dalam keterangan persnya di Surabaya, Jumat.
Sebab, Alamsyah menilai pengenaan tarif sewa yang dilakukan Pemkot Surabaya Tak Sesuai UU 28 tahun 2009, dan berdalih penertiban atau pemotongan jaringan utilitas tersebut lantaran para operator telekomunikasi yang menggelar jaringan fiber optic tidak membayar sewa kepada pemerintah kota.
Sebelumnya, pada awal November 2020, Kementerian Dalam Negeri melayangkan surat kepada Pemkot Surabaya dengan nomor surat 555/6146/SJ untuk memerintahkan tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan gangguan layanan telekomunikasi dan broadband di Kota Surabaya.
Kementerian Dalam Negeri menginstruksikan agar Pemkot Surabaya dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan permasalahan sewa lahan, dan tak ingin masalah penertiban ini menggangu transformasi digital yang tengah dilakukan Presiden Joko Widodo.
"Ombudsman mendukung surat Kementerian Dalam Negeri yang ditujukan ke Wali Kota Surabaya atas tindak lanjut surat ATSI. Ombudsman menilai penggenaan sewa atau retribusi yang dilakukan Pemkot Surabaya merupakan suatu kekeliruan yang fatal. Sewa itu ada unsur pendapatan yang sifatnya keuntungan," katanya.
Alamsyah meminta agar Pemkot Surabaya dan pemerintah daerah lainnya memberikan kemudahan berinvestasi bagi penyelenggara utilitas umum seperti penggelaran jaringan telekomunikasi yang dilakukan oleh operator, agar tidak memberikan beban tambahan kepada masyarakat. (*)