Jakarta (ANTARA) - Anggota Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Ina Juaeni mengatakan awan Arcus mirip gelombang tsunami, jarang terlihat dan pertanda tanda angin kuat, diikuti badai akan segera muncul.
Ina dalam akun media sosial resmi LAPAN, Rabu, pukul 12.31 WIB, menjelaskan awan yang sempat membuat heboh netizen tersebut memang muncul dalam beberapa bentuk, terkadang dengan penampakan yang indah, namun sebagian lagi dalam bentuk yang menyeramkan.
Awan tipe itu, menurut salah satu peneliti di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN tersebut, sangat jarang ditemukan. Dan itu merupakan tambahan, berkembang dan mati tergantung kepada awan induknya
Awan Arcus memiliki struktur horizontal yang biasanya terlihat sepanjang front bersama awan Cumulonimbus. Awan Arcus tidak berhubungan dengan kemunculan tornado tetapi dapat mendatangkan hujan atau hujan badai.
Awan itu biasanya terbentuk pada ketinggian dekat permukaan sampai 1,9 kilometer (km). Arcus berbentuk gulungan panjang secara horizontal biasanya terpisah dari awan induk (Cb), sedangkan awan Arcus datar atau papan panjang secara horizontal bersatu dengan dasar awan Cb.
Awan Arcus terbentuk jika udara dingin dari dalam sistem badai turun dan menyebar. Udara dingin tersebut, kata Ina, menghambat kenaikan massa udara panas, dan ketika udara dingin naik bersamaan dengan udara panas yang lembab, mengalami kondensasi.
Gulungan awan terbentuk karena angin yang berubah. Bagian luar awan nampak halus sementara bagian dalam awan terlihat kasar karena angin yang kuat.
Kemunculan awan Arcus menjadi tanda adanya angin yang kuat akan segera muncul. Baik Arcus berbentuk gulungan maupun Arcus datar merupakan peringatan akan adanya hujan badai.
Awan Arcus bentuk gulungan sangat jarang, bentuk datar lebih sering ditemukan, katanya. Awan tersebut biasanya ditemukan sepanjang pantai, namun bisa juga terbentuk di wilayah bukan pantai.